TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Suksmaningsih mengungkapkan, hampir seluruh produk ikan kaleng (ikan sarden) lokal tidak memenuhi standar dan memberikan keterangan yang tidak sebenarnya untuk konsumen. "Terutama dalam pencantuman bobot tuntas yang seluruhnya tidak benar," katanya kepada wartawan di Jakarta, Senin (24/5).Menurut Indah, pernyataannya ini didasarkan hasil analisis label, bobot tuntas, dan organoleptik terhadap 30 sampel ikan sarden dari berbagai merek. Bobot tuntas yang dimaksud adalah berat ikan tidak termasuk cairannya. Sesuai ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI), bobot tuntas minimal adalah 70 persen dari berat keseluruhan.Indah mengatakan, dari 30 sampel tersebut, rata-rata bobot tuntasnya adalah 44 persen. Bahkan, ada yang hanya 27,43 persen, yakni merk King Fisher dari PT Bali Maya Permai. Padahal merk ini mencantumkan logo SNI di kemasannya. Sedangkan yang paling tinggi adalah Ayam Brand (impor) yang mencapai 65,66 persen. Dalam hal ini, produsen mencantumkan bobot tuntas yang rata-rata lebih kecil 30 persen dari yang sebenarnya, sebaliknya nilai berat bersih ditulis lebih besar rata-rata 10 persen dari kenyataannya. Bahkan, 10 merek yang di analisis sama sekali tidak mencantumkan bobot tuntas.Lebih lanjut Indah menjelaskan, beberapa merek malah cuma memakai ikan kembung, selain kedapatan mengolah ikan tidak benar sehingga terjadi overcooking. "Ini sama saja kita makan ampas," katanya. Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah tidak hanya memberikan izin usaha, tapi juga melakukan kontrol secara ketat. "Pemerintah jangan cuma bisa jual izin," ujarnya.Mawar Kusuma - Tempo News Room