TEMPO.CO , Jakarta: Menteri Pertanian, Suswono, menyerahkan penyelidikan dugaan adanya praktek kartelisasi harga kedelai kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sebab kewenangan mengungkap permainan harga komoditas melalui praktek tersebut hanya KPPU.
"Kalau memang ada dugaan kartel silahkan KPPU lakukan peninjauan terkait itu," kata Suswono ketika dihubungi, Selasa, 31 Juli 2012.
Suswono enggan menjelaskan profil perusahaan pengimpor kedelai yang terungkap dugaan melakukan kartel. Kewenangan soal impor, lanjutnya, berada di bawah Kementerian Perdagangan, sedangkan pihaknya hanya mengurusi produksi.
Kartelisasi kedelai memang sulit dicegah apabila suatu komoditas masih tergantung dari impor yang hanya dilakukan oleh beberapa importir. Apalagi, menurut Suswono, kebutuhan kedelai untuk industri tergolong besar sedangkan produksi belum bisa memenuhinya.
"Kebutuhan memang belum terpenuhi karena petani tidak tertarik menanam kedelai," ungkapnya. Ketidaktertarikan petani menanam kedelai disebabkan harga yang rendah dibanding harga komoditas lain.
Dia menyebutkan, harga kedelai di tingkat petani hanya Rp 2.500 per kilogram, dengan produktivitas kurang dari 2 ton per kilogram. Petani lebih memilih menanam jagung karena dengan harga Rp 2.300 per kilogram, tingkat produktivitasnya lebih tinggi sekitar 8 ton per hektare.
Kini, lanjutnya, pemerintah tengah menggenjot produksi yang akan dilakukan dengan memberi insentif bagi petani kedelai. Sayangnya, upaya peningkatan produksi masih terganjal sulitnya menambah lahan baru untuk kedelai.
Untuk menjaga keseimbangan harga dan produksi kedelai, Suswono mendukung wacana pengembalian peran Bulog sebagai stabilisator harga bahan pokok, termasuk kedelai. "Agar harga di petani baik dan tidak memberatkan konsumen," katanya.
Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog, Sutarto Alimoeso, mengatakan sebelum Bulog menjalankan peran stabilisator kedelai, pemerintah harus mempersiapkan beberapa hal. Pemerintah harus membuat regulasi yang memberikan kewenangan tunggal kepada Bulog untuk melakukan impor kedelai.
"Selama ini kan swasta yang melakukan impor, tapi ternyata tidak mampu mengendalikan harga karena mereka bukan stabilisator," kata Sutarto.
Perusahaan yang selama ini mengimpor kedelai diyakini Sutarto sudah memiliki jaringan kuat baik di dalam negeri maupun internasional. Jika Bulog tidak diberi kewenangan tunggal untuk mengimpor, maka tidak akan mampu melawan kartelisasi harga.
"Tahun ini mungkin masih boleh importir mengimpor, tapi kalau pemerintah mempersiapkan dengan baik, tahun depan kami sudah bisa menjaga kedelai sebagai pangan strategis yang harus dilindungi," jelasnya.
ROSALINA
Berita Terkait:
Stok Kedelai di Kupang Tersisa Dua Pekan
Mentan: Tambah Lahan untuk Swasembada Kedelai
Impor Bahan Pakan Ternak AS, Dibuka Kembali
Ini Penyebab Sulitnya Swasembada Kedelai
Hortikultura Impor Banjiri Tanjung Perak