TEMPO.CO, Jakarta- Siapa sangka negara kita yang menggantungkan kebutuhan kedelai dengan cara impor ternyata lebih dahulu melakukan penanaman kedelai dibandingkan eksportirnya. Menurut laporan Rumphiu, Indonesia telah menanam kedelai sejak 1750. Sementara Amerika--negara penghasil kedelai utama dunia--baru memulainya pada 1950-an, Brasil dan Argentina baru mulai 1970-1980-an. Sebenarnya dari segi pengalaman budi daya petani Indonesia khususnya Jawa dan Bali sudah memiliki pengalaman yang panjang.
Akibat bergantung pada kedelai impor, industri lokal berbahan baku kedelai rentan dengan gejolak harga. Seperti yang terjadi sekarang, banyak perajin tahu dan tempe kewalahan akibat naiknya harga kedelai yang awalnya dihargai US$ 435 per ton pada Januari kini bertengger di US$ 520 per ton. Industri yang tidak mampu mengakali kenaikan harga berujung pada kebangkrutan.
Untuk menanggulangi kenaikan harga, kini pemerintah telah membebaskan bea masuk kedelai. Namun kebijakan ini kurang efektif karena hanya akan melindungi importir. Diperlukan cara lain yaitu dengan perencanaan peningkatan produksi kedelai nasional salah satunya dengan memberikan insentif kepada petani kedelai nasional.
Rata-rata pertumbuhan produksi kedelai nasional dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 4,06 persen, luas areal 2,72 persen dan produktivitas 1,22 persen. Bila tahun lalu produksi kedelai nasional sebesar 870 ribu ton, maka pada tahun ini diperkirakan mencapai 900 ribu ton. Angka produksi tersebut masih kurang 1,7 juta ton untuk memenuhi kebutuhan nasional yang kini mencapai 2,6 juta per ton. Dengan demikian diperlukan lahan minimal 19 juta ha untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Bila luas areal produksi tahun ini yang diperkirakan 648 ribu ha, maka negeri kita membutuhkan minimal 18,3 juta ha lagi untuk memenuhi kebutuhan nasional sendiri.
Untuk memberikan gambaran bahwa kemampuan produksi kedelai di Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina begitu besar adalah adanya dukungan luas areal panen yang sangat luas, masing-masing 30 juta ha, 24 juta ha, dan 18 juta ha. (* lihat tabel)
Tampaknya swasembada kedelai nasional masih sangat jauh. Seberapa jauh Indonesia dari swasembada kedelai? Ya sejauh kemampuan kita memperluas areal panen lebih dari 19 juta ha tadi.
Produsen Kedelai Dunia tahun 2011
Negara | Produksi ( ribu ton) | Areal panen (ribu ha)
1. Amerika Serikat | 89.903 | 30.518
2. Brazil | 70.522 | 24.186
3. Argentina | 54.526 | 18.811
4. India | 9.687 | 9.402
5. Paraguai | 6.804 | 2.846
6. Kanada | 4.056 | 1.475
***
Indonesia | 870 | 631
ASTRI PIRANTIWI | PDAT , FAPRI, World Agric, BPS Aram III
Berita terkait
17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara
2 hari lalu
BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.
Baca SelengkapnyaBPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik
3 hari lalu
Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.
Baca SelengkapnyaNeraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?
12 hari lalu
Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024
Baca SelengkapnyaTerkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka
12 hari lalu
Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.
Baca SelengkapnyaImpor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik
13 hari lalu
BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.
Baca SelengkapnyaBPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
13 hari lalu
Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.
Baca SelengkapnyaBPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan
13 hari lalu
BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.
Baca SelengkapnyaSurplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit
13 hari lalu
Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.
Baca SelengkapnyaTimur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak
13 hari lalu
Badan Pusat Statistik atau BPS membeberkan lonjakan harga komoditas akibat memanasnya tekanan geopolitik di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaPenerbangan Internasional di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar Meningkat 8,29 Persen
31 hari lalu
Aktivitas penerbangan internasional yang datang, berangkat, dan transit di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar pada Februari 2024 meningkat.
Baca Selengkapnya