TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rahmanto meragukan renegosiasi kontrak karya dan perjanjian karya pengelolaan pertambangan batu bara yang sedang dilakukan pemerintah akan menghasilkan perubahan substansial. "Saya skeptis, kemungkinan yang terjadi nantinya hanya penyesuaian administrasi," kata Pri, Rabu, 11 Juli 2012.
Pri mencontohkan soal kenaikan pembayaran royalti, yang sampai sekarang pembahasannya berlarut-larut. Padahal, dalam UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, tegas disebutkan royalti akan mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003. "Basis aturannya sudah ada empat tahun sebelum UU Pertambangan baru, tapi tidak dilakukan sampai sekarang. Ini salah satu indikasi renegosiasi tak akan berhasil," kata Pri.
Selain itu, Pri menilai ada masalah dalam isi UU Pertambangan sendiri. Beberapa pasalnya tidak bisa diterapkan. Misalnya, soal batasan luas tambang yang maksimal 25.000 hektare untuk pertambangan mineral logam dan 15.000 hektare untuk pertambangan batu bara. "Padahal tambang mineral besar butuh 50.000 sampai 60.000 hektare," kata Pri.
Pri menilai UU Pertambangan dibuat tanpa dasar studi akademis yang kuat. “Akibatnya, pemerintah akan sulit bicara dengan pelaku usaha untuk menyesuaikan kontrak mereka dengan undang-undang,” katanya.
Pemerintah sebenarnya hanya punya waktu sampai 2010 untuk renegosiasi. Batas waktu itu sudah lewat dua tahun lalu. Beberapa poin yang sampai kini masih menjadi perdebatan adalah soal luas wilayah tambang, divestasi saham kepada pengusaha lokal, pembayaran royalti kepada pemerintah, kewajiban pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri, dan penggunaan bahan dan jasa pertambangan yang harus dari dalam negeri.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita Terpopuler:
Mengapa Jokowi Bisa Memutarbalikkan Hasil Survei?
Saling Sindir Joko Widodo dan Fauzi Bowo
Pembantu Indonesia Jadi Miliarder
Mega : Soal Koalisi Bukan Urusan Jokowi
Ahok Samakan Jokowi dengan Ahmadinejad
Ini Kunci Keunggulan ''Sementara'' Jokowi
Rahasia Jokowi di Masa Kecil
Membaca Taktik Umpan Pendek Ala Jokowi
Foke Kalah Karena Terlalu Agresif
Mahasiswa UI Hilang, Didiga Ikut Aliran Sesat
Berita terkait
Pengelola Blok Rokan Belum Dipastikan
15 Juni 2017
Pemerintah masih melakukan evaluasi pengelolaan blok rokan.
Baca SelengkapnyaFreeport Jajaki Kesepakatan Pertambangan Baru Dengan RI
9 Juni 2017
Freeport-McMoran Inc. mengaku tengah menjajaki kesepakatan pertambangan baru dengan Pemerintah Indonesia di Grasberg tahun ini.
Baca SelengkapnyaMenteri Jonan: Hasil Bumi Aset Negara, Bukan Aset Perusahaan
12 April 2017
Jonan mengatakan perusahaan tambang harus bisa berlaku fair
dengan tidak menjadikan cadangan sisa hasil bumi untuk
menaikkan harga jual perusahaan.
Amendemen Kontrak Blok Mahakam Diteken
25 Oktober 2016
Pertamina bisa segera menanamkan modal di Blok Mahakam.
Baca SelengkapnyaPengadilan Menangkan Gugatan Soal Izin Tambang di Kutai
25 Mei 2016
PTUN sudah mengabulkan pelaksanaan eksekusi atas putusan Komisi Informasi.
Baca SelengkapnyaDinas Pertambangan NTB Usulkan 105 Izin Tambang Dicabut
29 April 2016
Rakyat penambang batuan bakal ditertibkan karena bukan lagi murni untuk kepentingan menambah penghasilan tapi didukung pemodal
Baca SelengkapnyaGubernur Aher Lebih Selektif Keluarkan Izin Pertambangan
1 Maret 2016
Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan selektif meloloskan perizinan tambang untuk galian C di seluruh kabupaten/kota.
Baca SelengkapnyaJawa Barat Tunda Izin Eksplorasi Tambang
4 Januari 2016
Eksploitasi pertambangan ditangguhkan sementara waktu.
Baca SelengkapnyaTotal Terancam Kehilangan Saham Blok Mahakam
14 November 2015
PT Pertamina (persero) mendesak Total E&P Indonesia dan Inpex segera menyetujui besaran pembagian saham yang diputuskan pemerintah.
Baca SelengkapnyaMenteri ESDM Optimistis Freeport Bawa Dampak Positif
10 Oktober 2015
Kesepakatan rencana investasi PT Freeport Indonesia dengan pemerintah akan memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Baca Selengkapnya