TEMPO.CO , Jakarta: Pasca penutupan pelabuhan Tanjung Priok bagi buah-buahan impor, pemerintah belum menerima lagu perjanjian MRA (Mutual Recognition Agreement). "Sejauh ini belum," kata Menteri Pertanian Suswono.
Pada 19 Juni 2012, pemerintah secara resmi menutup pelabuhan yang berlokasi di Jakarta Utara itu untuk produk hortikultura impor. Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, hanya mengizinkan produk sayur dan buah dari Amerika Serikat, Australia, dan Kanada. Tiga negara yang sudah memiliki perjanjian MRA.
Menurut Suswono, pemerintah terbuka untuk membuat MRA baru dengan negara lain, sehingga produk mereka pun bisa masuk ke Indonesia. "Prinsipnya adalah mutual," ujar dia. Artinya, produk hortikultura Indonesia pun diizinkan masuk negara tersebut. "Posisinya harus sama."
Dia mengakui, selama ini posisi perdagangan hortikultura, Indonesia mengalami defisit. Produk impor membanjiri pasar, sementara ekspor justru tak berkembang. Padahal, ia melanjutkan, Indonesia memiliki sejumlah buah unggulan yang eksotis, seperti salak dan manggis.
Jadi berlakunya penutupan pelabuhan Tanjung Priok dia harapkan bisa menutupi defisit perdagangan hortikultura. Meski, Suswono berdalih, tetap mengutamakan keamanan pangan sebagai dasar ditetapkannya kebijakan itu. "Kita pun jangan sampai dirugikan."
Suswono berpendapat penutupan pintu impor memang belum optimal. "Sekarang lagi pembenahan," kata dia. PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Pelindo selaku pengelola pelabuhan sedang menyiapkan proses karantina buah yang lebih cepat.