TEMPO Interaktif, Jakarta: Di akhir Maret 2004, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) berencana akan menyerahkan 28 kapal ikan rampasan kepada Gubernur Kalimantan Barat untuk kemudian dibagikan ke nelayan. Demikian dikatakan Direktur Jenderal Pengawasan Pemberdaya Kelautan dan Perikanan, Busran Sadri, di Jakarta, Kamis (18/3).Kapal kapal itu sendiri diterima DKP, Selasa (16/3), dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Ke-28 kapal ikan itu diserahkan kepada DKP, untuk selanjutnya diproses sesuai Keputusan Presiden nomor 14/2000 dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 22/2001: kapal ikan yang melakukan pelanggaran dan sudah diputus dirampas oleh pengadilan untuk negara, harus dihibahkan ke nelayan atau transmigran. "Saat ini, ada beberapa kelompok nelayan yang menghendaki kapal itu untuk dihibahkan kepada mereka," kata Busran. Pengadilan yang memutus merampas kapal-kapal ikan itu, diantaranya adalah Pengadilan Negeri Sabang, Pengadilan Tanjung Perak, Pengadilan Negeri Tanjung Pinang dan Pengadilan Pangkal Pinang. Sebenarnya selama 2003, penangkapan kapal pencuri ikan sudah mencapai 165 kapal dan sudah diproses di pengadilan. Tapi, baru 28 kapal yang diputuskan dirampas untuk negara. Sayang, Busran tidak menjelaskan kenapa baru 28 kapal yang diputuskan pengadilan dan bagaimana nasib seratus lebih kapal sitaan lainnya itu.Menurut Busran, ada banyak kendala dalam penanganan kasus , diantaranya terbatasnya sarana, aparat dan dana operasional. Padahal, jumlah kapal asing yang menangkap ikan -tersebar di seluruh perairan Indonesia- mencapai lebih dari enam ribu kapal. Sementara Indonesia hanya mempunyai sekitar 800 tenaga pengawas dan 254 tenaga penyidik bersertifikat. Idealnya berdasarkan jumlah dan luas pelabuhan yang ada di Indonesia, seharusnya tenaga pengawas yang dimiliki Indonesia mencapai lima ribu orang. "Ini masih jauh dari harapan kita," kata Busran. Akibatnya, tiap tahun Indonesia harus menuai kerugian sekitar US$ 2-4 miliar dari pencurian ikan itu. Mawar Kusuma - Tempo News Room