Megawati Dinilai Paling Konservatif Mengelola Hutan Produksi
Reporter
Editor
Selasa, 9 Maret 2004 00:08 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Presiden Megawati Soekarnoputri merupakan presiden yang dianggap paling konservatif dalam mengelola hutan produksi. Setidaknya, inilah yang tergambar dalam hasil studi Greenomics Indonesia tentang Evolusi Ekonomi Kayu Antar Generasi Pemerintah, yang disampaikan Direktur Eksekutif Greenomics Elfian Effendi di kantornya, Senin (8/3)."Megawati berpegang pada paradigma optimalisasi pemanfaatan hutan yang memberikan kesempatan bernafas bagi hutan alam produksi," kata Elfian. Untuk itu, Pemerintahan Megawati bersedia menerima konsekuensi pernyataan itu yang berupa penurunan kontribusi finansial dari sektor kehutanan dalam APBN 2003-2004.Menurut Elfian, sepanjang lima generasi pemerintahan, baru Pemerintah Megawati yang dianggap paling obyektif melihat pemanfaatan hutan produksi. Pemerintahan sebelumnya selalu menggunakan paradigma maksimalisasi ekonomi kayu untuk pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya. "Hal ini terlihat dalam evolusi ekonomi berbasis perizinan kayu selama 46 tahun terakhir," katanya.Salah satu kebijakan Menteri Kehutanan Prakosa yang dianggap penting adalah pemberlakuan kuota tebangan kayu di hutan alam produksi. "Selain pembayaran Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan dimuka sebelum penebangan dilakukan," jelas Elfian.Pengrusakan terparah melalui perizinan kayu secara legal, jelas Elfian, terjadi di era pemerintahan Soeharto. "Ada 15 titik evolusi destruktif terhadap hutan alam produksi," katanya. Sementara Pemerintahan Habibie mewarnai evolusi ekonomi kayu dengan 9 titik evolusi penting menuju optimalisasi pemanfaatan hutan. Pada pemerintahan Abdurahman Wahid, Menteri Kehutanan saat itu, Nurmahmudin Ismail menerbitkan Kepmenhut No.05.1/Kpts II/200 memberikan kewenangan sangat besar pada gubernur dan bupati atau wali kota dalam soal ini. Anastasya Andriarti dan Sita Planasari - Tempo News Room