TEMPO.CO, Jakarta - Bank sentral berencana masuk ke instrumen keuangan Surat Berharga Negara (SUN) jangka panjang. "Selama ini kami masih berfokus pada jangka pendek dan menengah. Ke depan, kami tidak bisa berebut di tenor pendek dan menengah terus-menerus, nanti harganya terlalu tinggi sehingga tidak menarik," ujar Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, usai menghadiri Financial Lecture "Paska Investment Grade" di Hotel Ritz Carlton, Rabu, 18 Januari 2012.
Langkah tersebut diambil untuk memperkuat stabilitas keuangan di tengah gejolak ekonomi dunia. "SBN jangka panjang jadi alternatif penyimpanan dana yang lebih stabil," ujarnya.
Darmin menjelaskan, pada Februari 2011, saat gejolak tidak terlalu besar, imbal hasil surat berharga meningkat dan harganya jatuh. Adapun harga Surat Utang Negara (SUN) yang terjaga pada gejolak di bulan September-Desember 2011 adalah karena BI melakukan intervensi.
Untuk menjaga stabilitas, Darmin mengungkapkan, bank sentral juga terus mendorong pendalaman pasar keuangan. "Pasar keuangan kita sangat dangkal jika dibandingkan dengan Thailand, Malaysia, dan Filipina," ujarnya. Bahkan, pasar keuangan Indonesia kalah dengan Filipina dan Turki yang peringkatnya satu notch di bawah investment grade. "Perlu ada disiplin untuk memperbaiki di tingkat mikro dan makro," ujarnya.
Terkait pendalaman pasar uang antarbank (PUAB), bank sentral menurunkan suku bunga fasilitas depositnya (term deposit) ke level 4 persen mulai hari ini. BI melebarkan batas bawah suku bunga term depositnya dari semula 150 basis poin menjadi 200 basis poin di bawah suku bunga acuan.
Ketika ditemui kemarin, Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah menjelaskan, penurunan ini bertujuan mendorong bank untuk memanfatkan kelebihan likuiditasnya dengan bertransaksi di PUAB sehingga nantinya pasar keuangan makin dalam dan bank sentral tak selalu harus mengintervensi jika terjadi kekurangan likuiditas yang mendorong volatilitas harga rupiah. "Sehingga kalau ada guncangan, tidak selalu lari ke BI. BI hanya masuk ketika dibutuhkan," ujarnya.
MARTHA THERTINA
Berita terkait
Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah
11 menit lalu
Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Baca SelengkapnyaBos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya
1 jam lalu
Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.
Baca SelengkapnyaInflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya
8 jam lalu
BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.
Baca SelengkapnyaEkonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat
2 hari lalu
Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.
Baca SelengkapnyaMeski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit
3 hari lalu
PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaBRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay
3 hari lalu
Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.
Baca SelengkapnyaSuku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti
4 hari lalu
BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaKenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit
4 hari lalu
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.
Baca SelengkapnyaBI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit
4 hari lalu
BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Baca SelengkapnyaBI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini
5 hari lalu
BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Selengkapnya