Bank Sentral Eropa Hentikan Pembelian Obligasi Bermasalah
Reporter
Editor
Senin, 26 September 2011 19:07 WIB
Kantor pusat pembuat mobil Perancis Renault diluar Paris, Kamis (14/1). Renault SA mengatakan bahwa penjualan mobil dan truk ringan turun 3,1 persen tahun lalu karena krisis ekonomi global. AP Photo/Jacques Brinon
TEMPO Interaktif, Washington - Bank Sentral Eropa (ECB) berusaha tidak ingin terseret dalam area kebijakan fiskal pekan ini, menyusul penolakan sejumlah pembuat kebijakan atas peran ECB mengeluarkan dana untuk penyelamatan krisis di Eropa. ECB kemungkinan besar tak akan melanjutkan pembelian obligasi bermasalah.
Sebanyak 17 negara anggota Euro meyakinkan pasar bahwa dana bailout saat ini cukup untuk menangani masalah utang ke depan, tanpa menekan pemerintah agar menarik pajak tahunan lebih banyak lagi.
Selama beberapa pekan terakhir perwakilan zona euro berunding merumuskan strategi penyelematan. Salah satu ide yang muncul adalah mengambil pinjaman dari dana operasional tak terbatas ECB. Pinjaman ini kemudian dapat digunakan membeli obligasi pemerintah dan bank yang bermasalah.
Namun kebijakan itu mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Termasuk dari internal ECB. Seperti Klaus Regling, Kepala Pendanaan ECB, yang juga anggota Fasilitas Stabilitas Keuangan Eropa (EFSF).
"Ada kekhawatiran serius tentang kompatibilitas dengan ECB karena mungkin tidak sejalan dengan larangan pembiayaan pasar," kata Regling dalam sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh kelompok Euro50 seperti dikutip Reuters hari ini, Senin 26 September 2011.
Tugas ECB adalah menjaga inflasi. ECB sudah sangat tidak nyaman membeli obligasi pemerintah, yang sudah dilakukan sejak tahun lalu, ada kekhawatiran Bank Sentral tidak lagi independen.
"Saya pikir seluruh ide memanfaatkan EFSF adalah salah satu dari berbagai inovasi rekayasa keuangan yang telah diajukan. Beberapa dari mereka lebih baik daripada yang lain, saya akan berhenti di situ," kata Anggota Dewan Pemerintahan ECB Irlandia Patrick Honohan seperti dilansir Reuters kemarin.
"Saya pikir ada peluang lain dan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin dari sekedar menggunakan peran ECB," katanya.
Anggota Dewan Eksekutif ECB Juergen Stark dan pendiri ECB Axel Weber juga mengecam tindakan yang mendorong bank sentral di luar kekuasaanya.
"Untuk kebijakan moneter untuk tetap efektif, tanggung jawabnya harus tetap dalam batas-batas yang jelas," kata Stark dalam sebuah pidato.
Komentar Stark muncul hanya beberapa jam setelah Menteri Keuangan AS Timothy Geithner meminya pemerintah Eropa bekerjasa sama dengan ECB untuk meningkatkan dana bailout.
Antonio Borges, kepala departemen dana Eropa, mendesak ECB untuk terus membeli obligasi euro. Menurut dia ECB-satunya pemain dengan kemampuan untuk menakut-nakuti spekulan pasar.
Pasar keuangan sekarang mengharapkan ECB untuk menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin kembali ke rekor rendah 1 persen bulan depan.
Presiden ECB Jean-Claude Trichet mengingatkan bahwa zona euro berada di pusat krisis utang yang jauh lebih besar. Risiko terhadap stabilitas sistem keuangan global telah meningkat jauh.
Sejak awal Agustus lalu, ECB telah mulai membeli obligasi Italia dan Spanyol, dua negara yang saat ini terbelit masalah utang. ECB juga telah membeli surat utang negara-negara bermasalah, seperti Portugal dan Irlandia. Lembaga ini akan menyuntikkan likuiditas ke pasar dalam waktu enam bulan ke depan.
Sri Mulyani Dorong Pendanaan Berkelanjutan untuk Atasi Perubahan Iklim
29 Januari 2024
Sri Mulyani Dorong Pendanaan Berkelanjutan untuk Atasi Perubahan Iklim
Indonesia turut mengalami dampak dari perubahan iklim ekstrem, Sri Mulyani bilang, pendanaan berkelanjutan bisa menjadi jawaban untuk mengatasi perubahan iklim.
Sepak Terjang Sri Mulyani yang Dikabarkan Siap Mundur dari Kabinet Jokowi
19 Januari 2024
Sepak Terjang Sri Mulyani yang Dikabarkan Siap Mundur dari Kabinet Jokowi
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani dikabarkan akan mundur dari kabinet Presiden Jokowi. Sebenarnya, ia telah berkecimpung dalam dunia ekonomi sejak 2002 silam.