32 Persen Porsi Asing di SBN Dinilai Masih Aman

Reporter

Editor

Senin, 23 Mei 2011 17:41 WIB

Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto (kanan). TEMPO/Dinul Mubarok
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah belum mengkhawatirkan porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) yang saat ini sudah mencapai sekitar 32 persen. Alasannya, investor-investor asing yang masuk tersebut umumnya memegang SBN jangka panjang.

“Yang pegang lima tahun ke atas itu ada 68 persen. Artinya, mereka akan hold sampai maturity,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Kamis 23 Mei 2011.

Menurut Rahmat, para investor cenderung akan melepas SBN apabila terjadi gejolak di pasar. Namun, itu hanya berlaku SBN bertenor jangka pendek, di bawah lima tahun.

Rahmat mengatakan, komposisi portofolio para investor umumnya bertenor jangka panjang. Adapun yang jangka pendek dipegang untuk mencari keuntungan jangka pendek dengan jual-beli. “Tapi, kami tidak punya threshold berapa kepemilikan asing di SBN,” katanya.

Pemerintah, kata Rahmat, sudah mempunyai tahapan langkah apabila terjadi arus modal keluar. Pertama melakukan operasi pasar reguler dengan menggunakan dana yang sudah dianggarkan, misalnya dana buyback yang tahun ini sebesar Rp 3 triliun.

Tahap kedua, pemerintah akan memobilisasi dana-dana BUMN. Aksi korporasi ini dilakukan melalui koordinasi Menteri BUMN. “Fungsi pemerintah adalah memberikan sinyal kapan masuk,” katanya.

Kemudian tahap ketiga menggunakan idle cash pemerintah di BUMN. Untuk langkah ini, pemerntah sedang membuat rancangan peraturan menteri keuangan dan standar operasional dan prosedurnya seperti apa. Langkah ini akan melibatkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Adapun langkah keempat untuk mengatasi terjadinya arus modal keluar adalah dengan menggunakan saldo anggaran lebih (SAL) APBN. “Penggunaan SAL ini harus diatur dalam UU. Kami sedang merancang pasal-pasalnya seperti apa,” katanya.

Menurut Rahmat, saat ini pemerintah tidak dalam posisi membeli karena market dalam posisi yang bagus. Meski kebijakan quantitative easing di Amerika Serikat akan selesai Juni tahun depan, Rahmat belum mengkhawatirkan kondisi pasar. “Ekonomi AS pertumbuhannya masih tertekan, sehingga SUN di sini dari sisi yield masih jauh lebih menarik” katanya.

Rahmat menjelaskan, meski ekonomi Amerika tumbuh positif, tidak secepat yang diperkirakan pasar. “Suku bunga kemungkinan masih akan ditekan,” katanya.

Kedua, situasi krisis di Eropa belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Kondisi ini membuat investor akan tetap melirik Indonesia. “Apalagi Indonesia sedang dalam proses ke investment
grade,”
katanya.

IQBAL MUHTAROM

Berita terkait

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

1 hari lalu

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menjadi sorotan publik karena sejumlah kasus dan disebut tukang palak. Berapa pendapatan pegawai Bea Cukai?

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

6 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

7 hari lalu

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

Pemerintah meraup Rp 5,925 triliun dari pelelangan tujuh seri SBSN tambahan.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

8 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Estafet Keketuaan ASEAN 2024, Pemerintah RI Beri Hibah Rp 6,5 Miliar ke Laos

28 hari lalu

Estafet Keketuaan ASEAN 2024, Pemerintah RI Beri Hibah Rp 6,5 Miliar ke Laos

Pemerintah RI menyalurkan bantuan Rp 6,5 M kepada Laos untuk mendukung pemerintah negara tersebut sebagai Keketuaan ASEAN 2024.

Baca Selengkapnya

21 Tahun Museum Layang-Layang Indonesia Mengabadikan Layangan dari Masa ke Masa

39 hari lalu

21 Tahun Museum Layang-Layang Indonesia Mengabadikan Layangan dari Masa ke Masa

Museum Layang-Layang Indonesia memperingati 21 tahun eksistensinya mengabadikan kebudayaan layangan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Pembatasan Ketat Barang Bawaan Impor Banyak Dikeluhkan, Ini Reaksi Kemenkeu

48 hari lalu

Pembatasan Ketat Barang Bawaan Impor Banyak Dikeluhkan, Ini Reaksi Kemenkeu

Kemenkeu memastikan aspirasi masyarakat tentang bea cukai produk impor yang merupakan barang bawaan bakal dipertimbangkan oleh pemerintah.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Raup Rp 24 Triliun dari Lelang Surat Utang Negara Hari Ini

50 hari lalu

Pemerintah Raup Rp 24 Triliun dari Lelang Surat Utang Negara Hari Ini

Pemerintah telah melelang Surat Utang Negara hari ini Rabu, 13 Maret 2024. Total nominal yang dimenangkan mencapai Rp 24 triliun.

Baca Selengkapnya

KPK Serahkan Barang Rampasan Hasil Perkara Korupsi ke Enam Instansi Pemerintah

51 hari lalu

KPK Serahkan Barang Rampasan Hasil Perkara Korupsi ke Enam Instansi Pemerintah

KPK menyerahkan barang rampasan negara hasil perkara tindak pidana korupsi kepada enam instansi pemerintah.

Baca Selengkapnya

Apa Itu SPT Tahunan?

55 hari lalu

Apa Itu SPT Tahunan?

SPT Tahunan adalah surat yang digunakan WP untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak, harta, dan kewajiban.

Baca Selengkapnya