Inpres Moratorium Hutan Dinilai Rugikan Daerah

Reporter

Editor

Senin, 23 Mei 2011 14:36 WIB

TEMPO Interaktif, Palangkaraya - Ditandatanganinya Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 10/2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru bagi Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut serta Penyempurnaan Tata Kelola Hutan dan Gambut oleh Presiden Susilo Bambang dinilai sangat kontraproduktif dan merugikan iklim investasi di daerah.

Bupati Kapuas Provinsi Kalteng yang juga Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) cabang Kalteng, Mawardi, mengatakan keberadaan Inpres Nomor 10 Tahun 2011 itu tidak menguntungkan bagi daerah.

Memang, kata dia, keberadaan Inpres itu untuk melindungi kawasan hutan dan gambut tebal. Namun, kenyataannya kawasan gambut saat ini hanya mempunyai ketebalan di bawah 3 meter dan sudah menjadi sawah atau perkebunan. “Kalau itu dianggap APL (Areal Penggunaan Lainnya) dan tidak diperbolehkan untuk digunakan, ini jelas kontraproduktif dan kondisi di lapangan,” kata Mawardi, Senin, 23 Mei 2011.

Menurut Mawardi, kalau dikatakan kawasan hutan primer, di Kal-Teng tidak ada kawasan hutan primer karena semua lahan gambut di daerah ini adalah bekas lahan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan eks logging.

Oleh karena itu, kata dia, Inpres tersebut tidak masuk akal untuk diterapkan karena tidak sesuai dengan kondisi wilayah Kabupaten Kapuas. “Kalau itu tidak boleh, sama saja kita tidak membangun dan investasi tidak bergerak. Mendingan kita tidur aja, tak usah kerja dan tiap bulan terima gaji,” ujarnya.

Solusinya, terang Mawardi, sebaiknya Kal-Teng mengelola lahan eks HPH berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2003 tentang Tata Ruang Wilayah Kal-Teng.

Sebaliknya, Gubernur Kal-Teng Teras Narang menyatakan Inpres tersebut tidak mengganggu daerah karena spiritnya adalah untuk pembenahan. Oleh karena itu, kata dia, Inpres tersebut harus dilaksanakan.
“Moratorium adalah bagian yang memang diharapkan oleh Kal-Teng dan sekarang masalahnya bagaimana pelaksanaannya di lapangan,” ujarnya.

Teras menambahkan Inpres tersebut juga tidak menjadi kendala masuknya modal ke Kal-Teng. “Karena yang sudah memperoleh izin (HPH) tidak masalah, sementara yang belum berhenti dulu,” katanya. Menurutnya, justru Inpres Nomor 10 tahun 2011 bisa dijadikan momentum Kal-Teng untuk berbenah dan melakukan pengelolaan hutan secara baik.

KARANA WW



Berita terkait

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

1 hari lalu

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas merevisi lagi peraturan tentang barang bawaan impor penumpang warga Indonesia dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

1 hari lalu

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki tanggapi soal target pemerintah menyelesaikan pemutihan hutan di lahan sawit September 2024.

Baca Selengkapnya

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

1 hari lalu

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

Perkebunan sawit PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group diduga merambah hutan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Baca Selengkapnya

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

1 hari lalu

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

Kebun sawit PT SKIP Senakin Estate, anak usaha Sinarmas, diduga menerabas hutan Cagar Alam Kelautku, Kalimantan Selatan.

Baca Selengkapnya

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

1 hari lalu

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

Lebih dari separo lahan sawit di Kalimantan Tengah diduga berada dalam kawasan hutan. Pemerintah berencana melakukan pemutihan sawit ilegal.

Baca Selengkapnya

12 Ribu Kebun Darmex Group Diduga Terobos Kawasan Hutan Riau, Akan Diputihkan

1 hari lalu

12 Ribu Kebun Darmex Group Diduga Terobos Kawasan Hutan Riau, Akan Diputihkan

Riau menjadi provinsi dengan kebun sawit bermasalah paling luas di Indonesia. Berdasarkan catatan Greenpeace sekitar 1.231.614 hektare kebun kelapa sawit di Riau berada di kawasan hutan. Salah satu perusahaan kelapa sawit yang diduga melakukan perambahan kawasan hutan adalah PT Palma Satu, anak perusahaan Darmex Group.

Baca Selengkapnya

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

2 hari lalu

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

22 ribu hektare perkebunan sawit PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) masuk kawasan hutan hidrologis gambut di Kalimantan Tengah.

Baca Selengkapnya

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

34 hari lalu

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.

Baca Selengkapnya

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

34 hari lalu

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.

Baca Selengkapnya

Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

34 hari lalu

Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

Pemerintah mempercepat program pemutihan lahan sawit ilegal di kawasan hutan. Ditargetkan selesai 30 September 2024.

Baca Selengkapnya