Pedagang mengemas jeruk import asal Cina yang biasa digunakan sebagai sajian Imlek di Surabaya, Rabu (03/02). Menjelang perayaan Imlek permintaan jeruk ini melonjak cukup tajam, satu kardus jeruk dpasarkan dengan harga 80 ribu. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Pertanian Suswono mengatakan tingginya perbedaan harga produk pertanian Indonesia dengan produk impor dari Cina disebabkan mekanisme pasar yang salah.
Menurut Suswono, harga produk pertanian dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor Cina yang dinilai lebih murah khususnya untuk buah-buahan. Penyebabnya, rantai distribusi produk pertanian dari petani ke konsumen melewati beberapa pihak.
"Kita harus benahi di pasar domestik. Misalnya jeruk Pontianak, harga di petani hanya Rp 3.000-Rp 4.000 tapi bila di pasar harganya mencapai Rp 20 ribu. Karena itu kita harus benahi pemasaran dalam negerinya," jelas Suswono usai menghadiri rapat di kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (18/4).
Meskipun begitu, Suswono tetap mengklaim produk pertanian Indonesia lebih berkualitas dibanding produk impor Cina. Produk pertanian impor Cina, khususnya buah-buahan, dinilai memiliki kualitas rendah karena biasanya telah lama disimpan dalam cold storage (lemari pendingin) dalam proses impornya.
Upaya yang akan dilakukan oleh Kementerian Pertanian untuk membenahi pemasaran produk pertanian yakni melalui pemberdayaan pasar tani. Dengan pasar tani, nantinya petani langsung menjadi produsen yang menjual langsung hasilnya kepada konsumen.
Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati
12 hari lalu
Kemendag Dorong Produk Pertanian Indonesia Masuk Pasar Australia, Manggis Paling Diminati
Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Atase Perdagangan RI di Canberra berupaya mendorong para pelaku usaha produk pertanian Indonesia memasuki pasar Australia.