"Memang masih ada permintaan dari Afrika. Tapi, masa kita hanya puas dengan pasar Afrika," kata pelaksana tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh, di sela Rapat Umum Anggota Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) di Jakarta,Selasa (14/12).
Deddy mengatakan, standar ekspor yang mungkin diterapkan adalah minimal grade VI. Bukan dicampur lagi dengan yang standarnya lebih rendah lagi. "Yang penting jangan sampai ada pemikiran, kalau mau beli kopi murah di Indonesia," ujar Deddy.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada Januari-September 2010 ekspor kopi tercatat sekitar US$ 600 ribu, atau turun 10,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Selain kuantitas, kualitas kopi yang diekspor juga menurun. Saat ini, porsi kopi kualitas rendah yang diekspor mencapai 35 persen dari keseluruhan ekspor kopi.
Ke depan pemerintah juga mengarahkan agar kopi yang diproduksi memenuhi standar kopi berkelanjutan. International Coffee Organizatin memang belum menyepakati standar kopi berkelanjutan. Tapi, sudah ada arah menuju kopi berkelanjutan seperti komoditas minyak kelapa sawit mentah.
"Kita harus bersiap membuat standar sendiri," tutur Deddy. Untuk penerapan standar itu harus dibarengi dengan pembinaan petani. Sehingga produksi petani juga bisa memenuhi standar.
Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra Siregar mengatakan, tugas Kementerian Perdagangan untuk memajukan komoditas kopi dengan membantu mewujudkan kopi berkelanjutan.
"Kami mendorong kopi berstandar tinggi. Kemudian akan dilihat apakah standar akan mengacu keperluan internasional," kata dia. "Ini untuk antisipasi. Jangan menunggu organisasi lain menetapkan standar. Kita mengupayakan itu jadi standar internasional"
EKA UTAMI APRILIA