"Ya kalau terjadi, mudah-mudahan tidak, karena tekanan inflasi sudah sangat besar," kata Juda Agung, Kepala Tim Riset Ekonomi Direktorat Kebijakan Moneter Bank Indonesia, di Hotel Jayakarta Bandung, Jumat (6/8)menanggapi rencana penyetaraan harga LPG ini.
Kata dia, tekanan inflasi tahun ini sudah cukup besar dari berbagai sisi. "Dari sisi volatile food, dari sisi TDL (tarif dasar listrik)," ujarnya.
Berdasar data BPS, perkembangan inflasi di bulan Juli mencapai angka tertinggi sepanjang tahun ini yakni 5,46 persen. Angka itu dipicu oleh tingginya inflasi komoditas bahan makanan karena gangguan pasokan dan distribusi akibat tingginya curah hujan di beberapa daerah.
Untuk resiko tekanan inflasi, pada Juli kemarin, inflasi bumbu-bumbuan tercatat hingga hampir menyentuh 80 persen. Sedangkan realisasi kenaikan TDL rumah tangga sebesar 0,17 persen dan industri sebesar 0,05 persen, menimbulkan dampak terhadap inflasi sebesar 0,31 persen.
Dengan tingginya resiko tekanan inflasi tahun ini, kata dia, pihaknya berharap pemerintah meredam keiinginan untuk menaikkan harga LPG 3 kilogram. "Hopefully, kami berharap jangan tahun ini," katanya. "Ya mungkin bertahap."
Sebelumnya, pemerintah berencana menyetarakan harga LPG kemasan 3 kilogram dan 12 kilogram. LPG 3 kilogram sebelumnya dijual dengan harga Rp 4.750 per kilogram. Sedangkan LPG 12 kilogram dibandrol dengan harga Rp 5.850 per kilogram.
Murahnya harga per kilogram LPG kemasan 3 kilogram, dituding sebagai pemicu maraknya penyuntikan dan pengoplosan gas LPG. Pemerintah berencana akan memerangi aksi ilegal tersebut dengan menaikkan harga LPG 3 kilogram.
FEBRIANA FIRDAUS