Inilah tren baru setelah harga minyak ambruk sampai ke level US$ 34 per barel pada Februari 2009 akibat krisis finansial global. Namun, secara perlahan, harga minyak kembali naik. Pada akhir 2009, harga minyak berlipat dua menjadi US$ 79 per barel. Pekan lalu, di New York Mercantile Exchange, harga minyak sudah US$ 82,83 per barel.
Kenaikan harga itu dipicu oleh melonjaknya permintaan minyak seiring dengan membaiknya perekonomian dunia, terutama Amerika Serikat. Tingginya pertumbuhan ekonomi Cina dan India juga mendorong permintaan minyak. Badan Energi Amerika Serikat (EIA) memproyeksikan kenaikan permintaan minyak global akan menembus 1,5 juta barel per hari, 300 ribu barel lebih tinggi dibanding estimasi Februari lalu.
Naiknya harga minyak dunia pasti akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Asumsi-asumsi makroekonomi, khususnya patokan harga minyak, tak sesuai lagi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010, asumsi harga minyak ditetapkan US$ 65 per barel. Naiknya harga minyak dunia memaksa pemerintah merevisi lagi. Dalam Rancangan APBN Perubahan 2010 yang diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dua pekan lalu, asumsi harga minyak diubah menjadi US$ 77 per barel.
Perubahan asumsi ini membuat jatah subsidi bahan bakar minyak ikut naik. Pada APBN 2010, subsidi BBM dianggarkan Rp 68,7 triliun, sedangkan pada Rancangan APBN Perubahan 2010 melonjak menjadi Rp 89,3 triliun. Dengan kenaikan subsidi itu, harga BBM diperkirakan tidak akan naik. Namun, dalam rancangan undang-undang ini, pemerintah menetapkan "batas aman" 10 persen. Artinya, jika harga minyak naik di atas 10 persen, pemerintah diberi wewenang untuk menaikkan harga BBM.
Namun Ekonom Kepala Bank Danamon Anton Gunawan mengatakan pemerintah akan mendapatkan tekanan kuat untuk menaikkan harga BBM jika harga minyak dunia terus menanjak. Dalam hitungannya, saat ini selisih harga keekonomian (harga minyak di pasar dunia) dengan harga BBM bersubsidi sekitar 30 persen. Jika harga minyak dunia menyentuh US$ 105, selisih itu akan menjadi 75 persen. Pada saat itulah tekanan akan datang kepada pemerintah. "Itulah yang terjadi pada 2005," ujarnya.
Berbeda dengan Anton, mantan Gubernur Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) Maizar Rahman yakin harga minyak dunia tak akan melewati US$ 100 per barel pada akhir 2010. Tahun ini, harga minyak akan bergerak pada kisaran US$ 70-90 per barel. OPEC puas dengan harga ini karena bila terlalu tinggi akan menghambat perekonomian dunia. "Buntutnya, permintaan minyak OPEC bisa turun lagi."
Pengamat perminyakan dan energi, Kurtubi, sependapat dengan Maizar. Harga minyak dunia memang akan bergerak naik karena pemulihan ekonomi dunia. "Tapi paling tinggi hanya US$ 90 per barel," kata Kurtubi. Jikapun harganya di atas US$ 100, ia menyarankan pemerintah tak perlu menaikkan harga BBM. Alasannya, kata Kurtubi, kenaikan harga minyak akan diikuti harga gas alam cair. Alhasil, tambahan pendapatan negara dari kenaikan harga minyak dan gas akan lebih besar daripada tambahan subsidi BBM.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang mengatakan anggaran negara akan tetap aman meskipun harga minyak terus menanjak. Bahkan, jikapun harga minyak dunia melambung seperti pada 2008--ketika itu sempat menyentuh US$ 145 per barel--pemerintah masih bisa meningkatkan subsidi BBM. "APBN tetap tahan," ujarnya di Jakarta pekan lalu. Hanya, kata dia, postur APBN tidak sehat seperti dua tahun lalu karena subsidi BBM membengkak mendekati Rp 200 triliun.
Padjar Iswara | AP | Bloomberg | Telegraph