"Tetap akan dilelang sesuai prosedur, tetapi memang ada prioritas untuk Kementerian Kelautan," kata Darori kepada Tempo. "Kementerian Kelautan kan punya anggaran. Jadi penetapan harganya pun melalui lelang, tidak diberikan begitu saja."
Menurut Darori, kementeriannya sudah menerima surat permohonan dari Kementerian Kelautan untuk keperluan restrukturisasi kapal nelayan, tapi surat itu masih harus diproses lebih lanjut.
Apalagi, dalam surat tersebut belum dimuat detail jumlah kebutuhan kayu untuk kapal serta belum dicantumkan lokasi untuk pembuatan kapal-kapal itu. Padahal, Darori menambahkan, lokasi tersebut penting supaya Kementerian Kehutanan bisa melakukan inventarisasi kayu di lokasi tersebut dan tidak memakan biaya banyak untuk transportasi.
"Surat itu intinya berisi permohonan untuk keringanan, dan Menteri Kehutanan sudah menyanggupi untuk memberikan prioritas," ujarnya.
Darori menambahkan, masalah ini juga harus dibicarakan dengan kejaksaan dan kepolisian. Pasalnya, kejaksaanlah yang berwenang melakukan mekanisme lelang, dan kepolisian yang berwenang dalam proses penyitaan kayu-kayu ini, sehingga mereka harus dilibatkan juga.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dedy Sutisna, menargetkan bulan depan sudah bisa memproses penggunaan kayu sitaan hasil pembalakan liar milik Kementerian Kehutanan. Kementerian Kelautan sudah menyampaikan surat disposisi ke Kementerian Kehutanan.
Menurut Dedy, Menteri Kelautan dan Perikanan akan mengundang Menteri Kehutanan dan Jaksa Agung dalam waktu dekat untuk membahas masalah ini. Jika semua proses sudah disepakati, Kementerian Kelautan akan kembali menyurati Kementerian Kehutanan mengenai detail kebutuhan kayu untuk kapal. Tembusannya akan diberikan kepada Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana merevitalisasi 1.000 kapal nelayan hingga 2014.
PINGIT ARIA | ARYANI KRISTANTI