Kepada Tempo News Room, pengamat ekonomi ini mengatakan paradigma yang dimaksud terkait dengan kepentingan stake holder dan pendekatan pemerintah terhadap BUMN. Selama ini, dia melihat, pemerintah kurang mempertimbangkan hak-hak stake holder dari BUMN. Akibatnya, program privatisasi pemerintah terhambat.
Contohnya adalah kasus pemisahan saham (spin off) PT Semen Gresik, PT Semen Padang, dan PT Semen Tonasa, yang marak belakangan ini. Pemerintah seharusnya bisa melihat, privatiasi itu bisa berdampak baik atau tidak bagi daerah yang sekaligus stake holder. Kalau privatisasi dilakukan tapi tidak memberikan keuntungan bagi mereka, saya rasa wajar mereka menentang hal itu, Sri Adiningsih menjelaskan.
Bekas anggota ombudsman Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ini merasa pemerintah terlalu menonjolkan pendekatan kekuasaan pusat dalam hal privatisasi. Itu sudah tidak bisa diterapkan lagi. Apalagi BUMN yang terletak di daerah kalau mau dieksploitir tentunya harus memperhatikan aspirasi rakyat daerah, tuturnya. Jika pemerintah tak merubah paradigma lama tersebut, jangan harap target privatisasi Rp 6,5 triliun pada 2002 dapat tercapai.
Privatisasi yang gagal, kinerja BUMN tidak maksimal, dan ancaman kondisi ekonomi global melemah, merupakan tantangan serius yang harus dihadapi pemerintah. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah harus mempersiapkan rencana privatisasi dengan lebih matang pada 2002. Kalau tanpa persiapan, bisa seperti PT Semen Gresik lagi. Tidak optimal, dan berimbas pada defisit anggaran yang tidak tertutupi, keluhnya.
Doktor ekonomi itu sepakat dengan James Castle, Ketua Kadin AS untuk Indonesia, yang mengatakan kasus spin off PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa, merupakan pukulan berat bagi pemerintah maupun investor Asing. Adiningsih berpendapat, kegagalan put option PT Semen Gresik secara utuh akibat pemisahan PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa membuka borok Indonesia di mata internasional. Masalah yang tampak adalah tak terkendalinya ekonomi makro dan penerapan otonomi daerah yang belum jelas. Frontnya banyak sekali,katanya. (Sri Wahyuni)