Pengusaha Gula Desak Perombakan Elite di PT Perkebunan XIV
Kamis, 29 Oktober 2009 16:33 WIB
Ketua DPD Apegti Sulawesi Selatan, Andi Idris Manggabarani mengungkapkan internal PTPN XIV sangat bermasalah, sehingga perlu dibenahi mulai dari pimpinan sampai tenaga lapangan. Kondisi internal BUMN itu, tutur Andi Idris, penyebab kekurangan gula konsumsi di Sulawesi Selatan.
“Internal PTPN sudah sangat sakit dan perlu di reformasi secepat mungkin karena telah menyebabkan kebutuhan gula konsumsi masyarakat tidak terpenuhi,” kata dia kepada Tempo, Kamis (29/10).
Ketidak beresan internal PTPN, dapat dilihat dari ketidakmampuan memproduksi sesuai target karena kondisi pabrik yang tidak belum direvitalisasi. Akibatnya hampir setiap tahun PTPN hanya memproduksi gula konsumsi maksimal 30 ribu – 45 ribu ton per tahun.
PTPN memiliki tiga pabrik, yakni Pabrik Gula Takalar, dan Pabrik Arasoe dan Camming di Kabupaten Bone. Ketiga pabrik ini sudah memiliki usia yang sangat tua, sehingga sulit untuk dipacu memproduksi di atas 45 ribu ton per tahun.
Selama ini defisit gula konsumsi di Sulawesi Selatan mencapai 90 ribu ton yang harus didatangkan dari Pulau Jawa dan Sumatera. Puncak membanjirnya gula Jawa dan Sumatera terjadi di sepanjang bulan April – Mei 2009 lalu.
“Pabrik gula yang dimiliki PTPN bisa memproduksi hingga 100 ribu ton per tahun. Masalah internal dan manajemen yang sangat buruk yang memukul penurunan produksi,” tutur dia.
Andi Idris yang juga mantan Ketua DPD REI Sulawesi Selatan ini menambahkan, jika internal PTPN tidak diperbaharui maka pasaran akan didominasi gula dari Jawa, Sumatera dan sebagian gula impor. Selain itu dia juga menyoroti kualitas tanaman tebu gula yang memiliki ukuran dan diameter yang sangat kecil dibandingkan yang dikembangkan PTPN di Jawa dan Sumatera.
“Tanaman tebu saja ukurannya sangat kecil, sehingga mana mungkin dapat mendongkrak produksi di pabrik. Kondisi diperparah dengan masalah distribusi gula dipasaran yang tidak transparan,” ucap dia.
Direktur Utama PTPN XIV, Amrullah AM menjelaskan penurunan produksi gula di Pabrik Gula Takalar, Arasoe dan Camming disebabkan beberapa faktor. Pertama, kerusuhan yang dilakukan masayarakat Takalar yang telah menyebabkan kerusakan lahan tebu seluas 2.000 hektare.
Akibat kerusuhan di Takalar itu, kata Amrullah, PTPN mengalami defisit sekitar 14 ribu ton dari total maksimal produksi 30 ribu ton per tahun. Sehingga total produksi Pabrik Gula Takalar tahun ini diperkirakan hanya mencapai 18 ribu ton.
Permasalahan Kedua, masa tanam yang lambat di area perkebunan Pabrik Arasoe dan Camming karena hambatan ketersediaan bibit terbatas dan traktor. Permasalah itu pula yang membuat Pabrik Arasoe hanya mampu memproduksi 11 ribu ton dari daya mampu 27 ribu ton per tahun. Hal itu juga dialami Pabrik Gula Camming yang hanya mampu mencapai produksi 15
ribu ton dari kapasitas terpasang 25 ribu ton per tahun.
Dari ketiga pabrik yang dioperasikan PTPN itu, kata dia, tahun ini hanya memproduksi gula konsumsi sebanyak 32 ribu ton. Total luas lahan yang dimiliki PTPN mencapai 18 ribu hektare, di mana diprediksi mampu menghasilkan gula sebesar 100 ribu ton per tahun.
Amrullah mengakui kondisi ketiga pabrik gula di Sulawesi Selatan sudah tua, namun masih bisa diandalkan karena PTPN setiap tahun menyiapkan anggaran revitalisasi sebesar Rp60 miliar per tahun. Anggaran yang cukup besar itu mencakup Investasi pembibitan Rp10 miliar, eksploitasi lahan Rp30 miliar, dan investasi pabrik termasuk power plan Rp20 miliar.
“Dengan ketersediaan anggaran setiap tahun maka kondisi pabrik tetap optimal. Permasalahan hanya pada masa tanam dan keterbatasan bibit yang tersedia,” tutur dia.
SULFAEDAR PAY