“Efeknya kecil kalau mengganggu pasar,” kata Wakil Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Gunadi Sindhuwinata kepada Tempo di Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut Gunadi, konsumsi terbanyak adalah mobil 2000 cc.
Namun, ia meminta pemerintah berhati-hati dalam melaksanakan PPnBM. Pasalnya, perlu dipertimbangkan tujuan pemungutan pajak, untuk menghambat laju konsumsi atau menaikkan pendapatan Negara. Pemerintah juga perlu melihat keselarasan PPnBM dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Gunadi berpendapat, pelaksanaan pajak progresif yang justru mengganggu pasar dan kontra produktif. Menurut dia, jika pajak progresif bertujuan untuk menghambat laju kemacetan kendaraan, seharusnya pemerintah mengimbangi dengan pembangunan infrastruktur.
“Sektor otomotif itu yang paling transparan dalam pembayaran pajak. Kalau mau daftar plat nomor kalau tidak menyelesaikan pajak tidak mungkin bias,” tuturnya.
Dua pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat mensahkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Rencananya, kendaraan pribadi di atas 3000 cc akan terkena Pajak Penjualan Barang Mewah maksimal 200 persen.
Ketua Panitia Kerja Rancangan UU PPN dan PPnBM, Vera Febyanthy, mengatakan kendaraan di atas 3000 cc tersebut salah satu barang yang akan dikategorikan terkena PPn BM. "Kecuali kendaraan itu menjadi komoditas, dimanfaatkan banyak orang, itu akan masuk dalam kategori khusus," ucap Vera.
NIEKE INDRIETTA