Luhut Akui Harga Minyak Goreng Tak Mudah Dikendalikan
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Francisca Christy Rosana
Senin, 6 Juni 2022 13:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengakui tak mudah mengendalikan harga minyak goreng di dalam negeri di tengah fluktuasi harga minyak dunia.
"Di tengah kondisi global yang tidak menentu, pengendalian harga minyak goreng bukanlah pekerjaan yang mudah dilaksanakan," ujarnya dalam konferensi pers pada Ahad, 5 Juni 2022.
Luhut menuturkan sengkarut minyak goreng tidak terlepas dari masalah yang dihadapi oleh global sekarang. Selain monopoli dalam rantai distribusi, tekanan eksternal turut mengerek harga komoditas tersebut.
Luhut mencontohkan perang Rusia dan Ukraina yang memicu kenaikan berbagai harga komoditas, terutama pangan dan energi. Mantan Menko Polhukam itu berujar, banyak negara menghadapi lonjakan inflasi serta kesulitan dalam menghadapi kenaikan harga tersebut.
“Kita beruntung sampai hari ini kita dapat mengatasi masalah ini, tapi tentu berlama-lama juga kita harus siap-siap untuk menghadapi kesulitan dunia ini,” katanya.
Dia melanjutkan perbaikan tata-kelola penting agar masalah minyak goreng menemukan jalan keluarnya. Salah satunya melalui penataan sistem niaga minyak goreng dari hulu sampai ke hilir. Nantinya, dia berharap penerimaan negara tumbuh.
Selain itu, kesulitan yang dihadapi masyarakat saat ini dihaarapkan tidak akan terjadi lagi. Pemerintah, ucap Luhut, perlu menjamin agar masyarakat dapat membeli minyak goreng dengan harga wajar.
Namun seiring dengan itu, pemerintah harus meyakinkan para pengusaha minyak goreng, distributor, dan pengecer bahwa mereka bisnis tetap dapat bergerak dan pengusaha memperoleh laba yang sesuai atas jasa produksinya. "Dan ini kami pastikan terjadi. Jadi kami tidak ingin juga pengusaha atau UMKM menjadi tidak mendapat untung dengan kepatutan," ujarnya.
<!--more-->
Setelah Larangan Ekspor CPO Dicabut
Pemerintah sebelumnya mencabut larangan ekspor minyak goreng dan crude palm oil atau CPO. Sebagai gantinya, pemerintah menerapkan kewajiban pemenuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
Menurut Luhut, laju ekspor sangat penting karena akan berdampak terhadap penghasilan yang diterima petani sawit. Ketika ekspor meningkat, seluruh rantai produksi dan distribusi kembali berjalan. Walhasi, harga tandan buah segar (TBS) dari petani akan membaik.
Luhut mengungkapkan pemerintah akan terus memantau kinerja ekspor, terutama dampaknya terhadap harga TBS di tingkat petani. Langkah-langkah percepatan akan diambil jika harga TBS di tingkat petani masih terlalu rendah.
“Pemerintah berharap harga TBS itu tidak kurang dari Rp 2.500,” ucapnya. Luhut memaparkan, saat ini, pemerintah telah mengeluarkan 251 persetujuan ekspor. Dari persetujuan itu, CPO yang bisa diekspor mencapai 302 ribu ton.
Baca juga: Luhut Pastikan Tarif Masuk Area Stupa Candi Borobudur Rp 750 Ribu Belum Final