Pengusaha Diminta Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan
Reporter
Editor
Selasa, 27 November 2007 01:49 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengajak pengusaha nasional berproduksi menggunakan teknologi yang mampu mengurangi pemanasan global. Langkah ini, kata dia, bisa menjadi peluang bisnis baru bagi perusahaan nasional.Sebab, kata dia, dalam Protokol Kyoto--kesepakatan internasional di bidang internasional--telah diatur bahwa negara maju dapat mengalirkan dana ke negara berkembang sebagai pengganti pengurangan emisi karbon dioksida."Ada dana sekitar US$ 440 miliar per tahun yang akan mengalir dari negara maju ke negara berkembang," ujar Rachmat di Jakarta kemarin.Inti dari Protokol Kyoto, menurut dia, adalah, "Negara maju yang harus bayar dosa, dan kita adalah korban."Pengurangan emisi karbon--gas yang dapat menimbulkan pemanasan global--menjadi isu penting dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali pada 3-14 Desember mendatang.Riset koran ini menunjukkan Protokol Kyoto telah mengatur negara-negara maju bisa membeli sertifikat emisi karbon dari perusahaan di negara berkembang. Sertifikat ini menandai minim atau bersihnya suatu perusahaan dari aktivitas pembakaran karbon.Dari situlah muncul apa yang disebut "perdagangan karbon", yakni perusahaan negara berkembang "menjual" sertifikat emisi karbon kepada negara maju. Lewat jual-beli sertifikat ini, miliaran dolar uang negara maju akan mengalir ke negara berkembang. Saat ini "perdagangan karbon" sudah cukup marak, lengkap dengan "broker"-nya.Koordinator Substansi Perubahan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Torry Kuswardono menilai isu "jual-beli karbon" bisa mengalihkan isu yang lebih penting, yakni usaha pengurangan emisi. "Kita mau mengurusi pengurangan emisi atau mengurus bisnis," ujarnya kepada Tempo.Menurut dia, sertifikat emisi karbon justru berpotensi menghambat proses hukum perusahaan perusak lingkungan. Dengan sertifikat itu, perusahaan bahkan bisa mendongkrak nilai saham dan citra perusahaan.Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim mengatakan negara berkembang bisa mendesak negara maju untuk menekan emisi karbon. Sebab, kata dia, negara majulah yang memulai perluasan emisi karbon. "Mereka juga yang punya dana dan teknologi untuk konversi," tuturnya. l RR ARIYANI | NIEKE INDRIETTA | ANNE