TEMPO Interaktif, Jakarta:Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengidentifikasikan ada 20 modus kejahatan pembalakan liar (illegal logging) yang dilakukan baik oleh perusahaan maupun aparat penegak hukum."Banyak sekali modus yang dilakukan para pelaku pembalakan liar agar mampu membebaskan mereka dari tuntutan hukum," ujar Direktur Eksekutif Icel, Rino Subagyo, dalam diskusi soal kejahatan pembalakan liar di Jakarta kemarin.Menurut dia, modus illegal logging yang dilakukan perusahaan itu antara lain memalsukan dokumen, mengubah jenis volume kayu tanpa izin, menggunakan rekening fiktif atau menggunakan rekening orang/perusahaan lain, dan mengalihkan izin investasi.Sedangkan modus kejahatan pembalakan liar yang melibatkan aparat penegak hukum antara lain aparat menggunakan pasal-pasal dalam undang-undang yang melemahkan dakwaan, mengulur waktu persidangan, serta menjadi backing (melindungi) perusahaan tertentu.Modus kayu temuan yang dilelang, dia menambahkan, juga menjadi pola kejahatan pembalakan liar yang dilakukan pejabat dan para pembalak liar. "Lelang tetap dilakukan tapi hasil lelangnya tetap ke kantong para pembalak," katanya.Rino mengatakan, seharusnya ada tiga undang-undang utama yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku pembalakan liar yaitu Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Korupsi, dan Undang-Undang Pencucian Uang.Menurut dia, banyaknya pelaku pembalakan liar di Indonesia yang lepas dari jeratan hukum karena para penegak hukum terlalu menekankan aspek subsidiaritas Undang-Undang Lingkungan Hidup. Padahal, undang-undang itu lebih mengutamakan penyelidikan aspek administratif. "Kalau itu merupakan kejahatan besar, aspek subsidiaritas itu seharusnya bisa dikesampingkan," ujar Rino.Menteri Kehutanan M.S. Kaban beberapa waktu lalu mensinyalir, akibat praktek pembalakan liar itu, setiap tahun ada sekitar 2,8 juta hektare hutan di Indonesia mengalami kerusakan.l Cheta Nilawaty