TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Standard Chartered, Aldian Taloputra, mengatakan kenaikan harga komoditas global akan membantu kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017, yang diperkirakan bisa mencapai 5,3 persen.
"Harga komoditas tidak hanya membantu ekspor, tapi juga menolong daya beli masyarakat dan belanja pemerintah," kata Aldian dalam jumpa pers mengenai laporan global 2017 di Jakarta, Senin, 23 Januari 2017.
Aldian mengatakan kenaikan harga komoditas, seperti minyak bumi, gas, kelapa sawit, dan batu bara, pada 2017 akan memberikan kontribusi pada sektor ekspor, yang dalam beberapa tahun terakhir tumbuh negatif.
Harga komoditas ini, menurut dia, juga akan memberikan dampak pada peningkatan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga, terutama di daerah-daerah penghasil sumber daya alam.
"Harga komoditas kelihatannya masih akan terus meningkat dan ini menolong daya beli masyarakat di daerah atau provinsi yang menghasilkan komoditas," ujar Aldian.
Selain itu, kontribusi pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh gencarnya pembangunan sarana infrastruktur yang dalam jangka pendek didukung penerimaan negara dari program amnesti pajak di tiga bulan pertama 2017.
"Infrastruktur akan menjadi prioritas pemerintah di 2017, apalagi angka belanja tumbuh yang cukup besar. Tahun ini, bujet juga relatif aman karena, meski target penerimaan masih tinggi, bisa dicapai," katanya.
Namun, menurut Aldian, investasi dari sektor swasta diproyeksikan tidak bisa memberikan kontribusi secara maksimal dalam pertumbuhan ekonomi, karena masih adanya tantangan dari sisi eksternal.
Salah satu hal yang bisa mendorong kinerja investasi swasta adalah dengan secara konsisten melakukan reformasi struktural agar investor asing tidak memiliki keraguan terhadap potensi perekonomian nasional dalam jangka panjang. "Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi seharusnya bisa lebih baik, karena faktor yang tidak ada tahun kemarin adalah harga komoditas yang lebih tinggi," kata Aldian.
Laporan global Standard Chartered 2017 juga memaparkan berbagai risiko yang bisa mengganggu potensi pertumbuhan Indonesia, di antaranya pembangunan infrastruktur yang lambat dan lingkungan bisnis yang tidak bersahabat.
Risiko lain yang bisa mengganggu proyeksi pertumbuhan ekonomi adalah tekanan eksternal berupa pelambatan ekonomi di Cina dan guncangan di pasar finansial yang bisa memicu terjadinya pelarian modal dari negara berkembang.
ANTARA