TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pengamat mengapresiasi perkembangan kabar tentang segera disepakatinya perjanjian jual beli (power purchase agreement/PPA) antara PLN dan pemenang tender mega proyek PLTGU Jawa 1, yakni Konsorsium Pertamina, Marubeni, dan Sojitz.
Menurut pengamat energi dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi, kabar positif ini tetap perlu dicermati, apakah hanya sekadar kabar angin semata atau memang benar.
Menurut Redi, mega proyek strategis dan menyangkut kepentingan listrik nasional tidak boleh sekadar permainan negosiasi PLN dengan mitranya. “Suka atau tidak suka harus segera direalisasi proyek (PLTGU Jawa 1) tersebut. Pembatalan akan berimplikasi panjang,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 19 Januari 2017.
Baca: Divestasi Freeport Terganjal Perbedaan Nilai Saham
Redi menilai, dalam kasus ini, renegosiasi tampaknya perlu dilakukan. Pertamina diyakini akan mampu mengelola para mitranya menjaga komitmen agar proyek PLTGU Jawa1 tetap berjalan. "Pertamina beserta konsorsiumnya bisa menyelesaikan mega proyek tersebut jika semua persyaratan telah lengkap," katanya.
Redi menambahkan, jika sebuah proyek sudah ada pemenangnya, langkah selanjutnya konsorsium pemenang proyek tersebut punya hak memperoleh pasokan LNG sebagai syarat agar proyek tersebut bankable. “Bisa saja PLN membatalkan tender ini jika menemukan indikasi atau hal-hal yang cacat dalam proses tender, tapi pembatalan tersebut harus lewat pengadilan,” ucapnya.
Sementara pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan, jika mencermati isu yang berkembang di publik saat ini terkait dengan PLTGU Jawa 1, ada dua penyebab utama kekisruhan, yaitu persoalan yang berakar dari masalah bankability dan isu teknis komersial yang tidak kunjung disepakati meskipun sudah melewati tenggat waktu.
“Hal ini bukan masalah sederhana. Pasti terdapat konsekuensi keekonomian yang sangat signifikan. Pertanyaan berikutnya adalah apakah kedua pihak akhirnya bersepakat atau ada salah satu yang berkorban?” kata Fahmy.
Fahmi menganalisis, mengingat kuatnya keinginan PLN membatalkan tender PLTGU Jawa 1, maka patut diduga yang berkorban adalah pihak konsorsium Pertamina yang memenangkan proyek. “Dengan kata lain, kabar baik ini dapat dijadikan indikasi bahwa Pertamina dan konsorsiumnya telah bersedia menelan semua ongkos akibat terjadinya komplikasi isu teknis-komersial,” katanya.
Baca: Google Menunggak Pajak, Begini Cara India Menagihnya
Pada Oktober 2016, PLN menetapkan konsorsium Pertamina bersama Marubeni dan Sojitz Corporation sebagai peringkat pertama atau pemenang tender proyek PLTGU Jawa 1. Sesuai persyaratan, setelah 45 hari sejak pemenang tender diperoleh, PLN dan konsorsium Pertamina seharusnya sudah menandatangani PPA, tapi molor dan hingga kini belum diketahui kapan perjanjian itu ditandatangani.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Sofyan Basir pernah mengatakan PLN memilih pemenang tender berdasarkan harga jual listrik yang paling rendah, teknologi yang digunakan, hingga kesiapan lahan untuk membangun. Semua komponen itu menjadi penilaian besar bagi PLN.
"Harga yang pasti, lalu teknologinya. Kan sudah dihitung semua berapa akhir di ujungnya, berapa per kWh, gas itu berapa, sudah termasuk gas juga kan," kata Sofyan di Kantor Menteri Koordinator Kemaritiman, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2016 lalu.
Simak: JP Morgan Ubah Peringkat Indonesia, DPR: Akhirnya Sadar
Namun, kala itu, Sofyan belum mau membocorkan siapa yang menjadi pemenang tender PLTGU dengan kapasitas besar, yakni 2x800 megawatt (MW) tersebut.
Sehari kemudian, Senior Manager Public Relation PLN Agung Murdifi menuturkan perseroan telah merampungkan evaluasi teknis, administrasi, dan harga untuk lelang PLTGU Jawa 1. "Dari semua aspek yang telah ditentukan PLN, Konsorsium Pertamina, Marubeni Corporation, dan Sojitz Corporation diputuskan sebagai peringkat pertama peserta tender," ucapnya.
SETIAWAN ADIWIJAYA