TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Indonesia Resources Studies (IRES) Marwan Batubara menduga PT Freeport Indonesia sengaja mengulur waktu pengurusan kontrak sejak 2010. "Sebenarnya, kalau waktu itu tuntas, cukup banyak waktu," kata Marwan di Jakarta, Sabtu, 5 Desember 2015.
Marwan merasa saat ini pemerintah Indonesia seolah-olah sedang dipojokkan. Freeport sering kali menggunakan dalih waktunya yang hanya tinggal enam tahun, padahal investasi perusahaan tambang Amerika ini cukup besar untuk mendesak perpanjangan kontrak. Kesempatan ini sebenarnya sudah ada sejak 2010.
Menurut Marwan pada 2011, beberapa tokoh telah memperingatkan mengenai perpanjangan kontrak. Marwan mengutip ucapan Wakil Duta Besar Amerika kala itu, apabila renegosiasi kontrak dipaksakan, hal itu akan melanggar peraturan.
Enam bulan berikutnya, Duta Besar Amerika menuturkan, apabila renegosiasi kontrak dilakukan, investor akan lari. Ini, menurut Marwan, menunjukkan PT Freeport memang berniat membangkang undang-undang.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 disebutkan, batas waktu perpanjangan kontrak mineral dan batu bara paling cepat adalah dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum perjanjian berakhir. Revisi aturan ini masuk dalam paket kebijakan ekonomi versi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Perubahan rencananya akan memperpanjang batas waktu kontrak tambang mineral logam menjadi paling lama sepuluh tahun dan paling cepat dua tahun. Sedangkan untuk mineral nonlogam perpanjangan kontraknya paling cepat menjadi lima tahun dan paling lambat dua tahun.
Setelah 30 tahun, kontrak karya Freeport bakal habis pada 2021. Perjanjian ini adalah kerja sama kedua sejak perusahaan tersebut beroperasi di Tanah Air pada 1967. Seharusnya Freeport baru mengajukan pada 2019. Namun Freeport sudah mulai meminta perpanjangan kontrak kepada pemerintah.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI