TEMPO.CO, Banyuwangi - Indonesia hanya menjadi negara ketiga sebagai pengekspor kopi setelah Brasil dan Vietnam. "Padahal kedua negara itu dulunya mendapat bibit dan belajar kopi dari Indonesia," kata Ketua Kompartemen Industri dan Kopi Spesialti Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia Pranoto Soenarto di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin, 19 Oktober 2015.
Menurut Pranoto, dengan luas lahan 1,3 juta hektare, Indonesia hanya mampu mengekspor 400 ribu ton kopi per tahun. Indonesia baru mampu menguasai 20 persen pangsa pasar kopi di dunia.
Indonesia, kata dia, kalah dibanding Brasil dan Vietnam karena produktivitas kopinya baru mencapai 800 kilogram per hektare. Jauh dibanding produktivitas kopi Vietnam yang mampu 2,3 ton per hektare dan Brasil 8 ton per hektare.
Meskipun kalah dari segi produksi, kualitas kopi Indonesia tetap menjadi yang terbaik. Menurut Pranoto, pasar dunia kekurangan 6 persen kopi Indonesia dan akan terus bertambah pada tahun-tahun berikutnya. "Kopi Indonesia sangat dicari di dunia," katanya.
Kopi yang paling diminati antara lain kopi-kopi asal Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Oleh konsumen, kata Pranoto, kopi Indonesia dianggap enak karena punya cita rasa tinggi.
Kepala Bidang Penelitian Kopi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Pujianto mengatakan, dari hasil penelitian selama ini, banyak hasil klon atau varietas kopi dengan produktivitas di atas 2,5 ton per hektare.
Puslit Koka, kata dia, telah menyebarkan banyak bibit unggul tersebut kepada masyarakat. Hanya, ketika bibit ditanam, banyak petani tidak merawat sesuai dengan standar. Seperti pemupukan, pembersihan rumput, dan pengendalian hama tanaman.
Untuk pemupukan, misalnya, kata Pujianto, idealnya tanaman kopi diberi pupuk sebanyak 1 ton per hektare. "Kenyataannya, petani tidak memberi pupuk, atau memupuk tapi hanya seperempat ton per hektare," tuturnya.
Perawatan ala kadarnya petani kopi Indonesia memang menjadi tantangan tersendiri bagi peningkatan produksi kopi. Edukasi bagi petani harus terus dilakukan. Sebab, 90 persen lahan kopi merupakan perkebunan rakyat. Sedangkan 10 persen sisanya berada dalam pengelolaan PT Perkebunan Nusantara.
Bila dirawat dengan baik, Pujianto menjelaskan, produkivitas dan kualitas kopi bisa meningkat. Seiring dengan itu, tanaman kopi bisa memberi tambahan kesejahteraan bagi petani.
Pujianto mencontohkan, bila 1 hektare lahan bisa menghasilkan 2,5 ton, dengan harga kopi arabika Rp 60 ribu per kilogram, hasil panen kotor mencapai Rp 150 juta.
IKA NINGTYAS