TEMPO.CO, Pontianak - Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu (Apegti) Kalimantan Barat mengindikasikan setiap bulannya beredar 5.528.320 kilogram gula rafinasi di provinsi itu.
Peredaran itu dinilai membahayakan masyarakat karena gula itu sebenarnya diperuntukkan untuk kebutuhan industri dan bukan konsumsi rumah tangga. Selain itu, peredaran gula rafinasi yang diduga merupakan selundupan itu, merugikan pedagang lokal.
Sy Usman Jafar Almutahar, Ketua Apegti Kalbar, mengatakan, gula rafinasi tersebut disinyalir telah beredar selama 16 bulan terakhir. Dia menghitung keuntungan para pengedar gula ini mencapai lebih dari Rp 176 juta dalam satu tahun terakhir.
Untuk itu, Usman mengharapkan, pemerintah pusat bisa segera menindaklanjuti beredarnya gula rafinasi.
Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalbar hanya ada 30 ton gula dari Jawa, yang dikirim ke Kalbar. Dengan demikian, dapat dipastikan gula yang beredar di Kalbar saat ini bukan berasal dari Jawa.
Usman mengatakan gula rafinasi yang beredar di Kalbar, tidak layak untuk dikonsumsi. "Ini bisa menyebabkan penduduk Kalbar menderita diabetes," katanya. Selain gula rafinasi, gula di Kalbar juga merupakan rembesan dari kawasan perbatasan baik dari Entikong, Jabobabang, atau Aruk. Menurutnya, gula tersebut berkualitas rendah dan tidak memiliki standar nasional indonesia (SNI) serta termasuk gula rafinasi.
ASEANTY PAHLEVI
Berita Terpopuler:
Berbeda Keyakinan, Cornelia Ajarkan Anak Berpuasa
Sidang Isbat Penentuan Puasa Digelar Senin
Sopir Bus Kembali Blokir Tol Jagorawi
Tasikmalaya Resmi Buka Sekolah Penerbangan
Tol Jagorawi Diblokir, Kapolda Jabar Turun Tangan
Istri Ultah, SBY Kasih Selamat Via Twitter