TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut ada tujuh Badan Usaha Milik Negara yang masih merugi sampai saat ini. Hal itu menurut Erick, membuat kementeriannya harus bekerja keras memperbaiki kinerja tujuh perusahaan tersebut.
“Dari 47 BUMN, sekarang 40 BUMN itu sehat, 85 persen. Ada 7 yang rugi,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.
Sambil proses penyehatan sejumlah perusahaan berjalan, menurutnya, kementerian bakal memangkas jumlah BUMN demi kesehatan dan efektivitas perusahaan-perusahaan pelat merah itu. “Nantinya kami akan memperkecil jumlah BUMN menjadi 30 perusahaan,” kata dia.
Adapun salah satu pemangkasan jumlah BUMN ini, akan dilakukan pada perusahaan BUMN karya yang sebelumnya berjumlah 7 perusahaan menjadi 3 perusahaan karya. “Sehingga lebih sehat lagi ini,” ujar Erick. Ada pun tujuh perusahaan yang Erick maksud di antaranya, Krakatau Steel, Bio Farma, Wijaya Karya, Waskita Karya, Jiwasraya, Perumnas, dan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia.
Untuk Krakatau Steel, Erick menyebut, perusahaan ini sudah melakukan restrukturisasi pada 2019. Namun, musibah kebakaran yang dialami baru-baru ini membuat perusahaan pelat merah itu kembali merugi. Sedangkan Bio Farma, menurut Erick, perusahaan ini merugi lantaran tugas pembelian vaksin dalam jumlah besar saat Pandemi Covid-19 serta adanya kasus fraud pada anak usaha Bio Farma, yakni Indofarma.
Di tengah menghadapi kasus fraud Indofarma, Kementerian BUMN juga sedang memproses restrukturisasi Wijaya Karya. Perusahaan konstruksi lainnya yakni Waskita Karya juga tengah menghadapi proses serupa. Waskita Karya merugi akibat menurunnya jumlah kontrak serta tingginya beban keuangan.
Perusahaan asuransi Jiwasraya, saat ini juga sedang menjalani proses likuidasi dan penyehatan pasca dilanda kasus korupsi. Perum Pembangunan Perumahan Nasional yang merugi juga sedang mengubah model bisnisnya. Erick menyebut, ke depannya Perumnas tidak akan lagi menggunakan konsep landed house, tetapi juga bertingkat lantaran etersediaan tanah di Indonesia tidak mencukupi unntuk dibangun rumah bagi seluruh warga negaranya.
Perusahaan terakhir yang merugi adalah Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Menurut Erick, kerugian BUMN ini karena tidak ada lagi mandat percetakan untuk surat-surat negara. Ia menyebut, PNRI tidak bisa bersaing dengan percetakan swasta. Oleh karena itu, saat ini kementeriannya tengah memproses restrukturisasi PNRI.
Pilihan editor: Hasil Uji Kandungan Pestisida Anggur Shine Muscat, BPOM: Tidak Terdeteksi