TEMPO.CO, Jakarta - Di Indonesia, besaran upah minimum sangat beragam. Di kota industri, upah minimum kabupaten atau kota (UMK) tergolong lebih tinggi dibanding daerah non indusri. Terdapat banyak faktor yang menjadi pemicunya, mulai dari kepentingan politik antara pimpinan daerah dan serikat butuh, hingga tinjauan penghitungan komponen hidup layak (KHL).
Meski begitu, nilai UMK diajukan oleh pemerintah kota atau kabupaten dengan UMP (Upah Minimum Provinsi) sebagai acuan. Perusahaan wajib membayarkan upah sesuai UMK kepada seluruh karyawannya, meskipun karyawan tersebut memiliki kontrak kerja kurang dari setahun.
Karena acuan gaji berdasarkan UMK, maka perusahaan akan meninjau kenaikan berdasarkan upah yang selama ini diberikan. Bahkan, perusahaan berkewajiban memperhatikan kesejahteraan pekerjanya dengan menaikkan gaji secara berkala.
Dilansir dari laman libera.id, kenaikan gaji karyawan ini telah diatur oleh undang-undang Cipta Kerja No 11 Tahun 2020: Pasal 48 ayat (2) PP Pengupahan No 36 Tahun 2020.
“Peninjauan upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.” Secara tidak langsung peninjauan upah dikatakan, dilakukan oleh perusahaan, bukan pemerintah. Untuk itu perusahaanlah yang mengatur besar dan nilai naiknya gaji karyawan.
Berikut faktor yang mempengaruhi kenaikan UMK:
1. Upah Minimum
Aturan upah minimum sebelumnya mengikuti regional atau sesuai dengan UMR. Namun, semenjak UU Cipta Kerja disahkan tahun 2020 upah minimum kemudian berdasarkan UMK masing-masing wilayah. Persentase UMP setiap tahunnya diserahkan kepada pemerintah pusat berdasarkan kondisi ekonomi dan tenaga kerja di suatu wilayah. UMP ini yang kemudian menjadi dasar para pemilik produksi untuk menaikkan upah karyawannya.
Dilansir dari libera.id, perusahaan wajib menaikkan gaji apabila masih menerapkan upah minimum karyawan golongan terendah dengan masa kerja satu tahun berdasarkan UMP terbaru. Jika perusahaan ingin menaikkan lagi upah melebihi UMP maka harus membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan karyawan sesuai dengan Pasal 90 A UU Ketenagakerjaan yang berbunyi “Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan.”
2. Kemampuan Tempat Kerja
Selain menyesuaikan UMP, perusahaan atau badan usaha yang memiliki karyawan harus memperhatikan skala dan perkembangan usahanya. Apabila mereka semakin besar maka perusahaan bisa membuat regulasi kenaikan gaji sesuai kemampuan mereka. Besaran gaji dari mulai yang paling besar hingga paling kecil telah ditetapkan sesuai dengan beban kerja karyawan. Sehingga skala kenaikan gaji karyawan lebih mudah diproyeksikan di masa mendatang.
3. Kemampuan Pekerja
Beban kerja karyawan harus diperhatikan dan gaji yang harus diberikan adil. Apabila karyawan mendapatkan beban kerja tambahan maka gaji harus ditambahkan sesuai dengan kinerja dan hasilnya. Kenaikan gaji ini juga memiliki efek untuk memotivasi karyawan agar lebih giat dan meningkatkan kinerja. Termasuk dalam hal ini juga ketika karyawan lembur. Gaji harus ditambah apabila jam kerja juga bertambah. Hal itu merupakan hak-hak pekerja.
4. Tambahan Pekerjaan
Selain beban lembur yang juga harus dibayar, pekerja yang mendapatkan tanggung jawab lebih harus ditambahkan pula gajinya. Hal ini seperti ketika karyawan mendapatkan promosi atau kenaikan jabatan. Juga ketika karyawan ditambahkan daftar pekerjaan yang harus dikerjakan. Pekerja atau karyawan yang telah mengerjakan pekerjaannya dengan baik layak untuk mendapatkan upah sepadan.
Secara umum, pemerintah tidak mencampuri urusan perusahaan untuk menaikkan upah buruh di sebuah perusahaan. Pemerintah hanya akan menjadi pengawas perusahaan untuk menjalankan proses-proses ketenagakerjaan sesuai dengan undang-undang.
SAVINA RIZKY HAMIDA | HERZANINDYA MAULIANTI
Pilihan Editor: Ekonom Nilai Putusan MK Soal UU Ciptaker Jadi Momentum Kenaikan Upah Buruh