TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, menyebutkan program makan bergizi gratis bisa menimbulkan inflasi harga pangan. Hal tersebut dipicu meningkatnya permintaan terhadap pangan dengan adanya program MBG tersebut.
“Program MBG yang akan diselenggarakan di beberapa titik ini akan meningkatkan demand di wilayah tersebut. Jika dari sisi supply tidak mengimbangi kenaikan demand tersebut, maka harga akan terkerek (naik) di wilayah tersebut, istilahnya demand pull inflation,” ujar Eliza ketika dihubungi lewat aplikasi pesan singkat, Jumat, 25 Oktober 2024.
Hal tersebut, kata Eliza, disebabkan sentra produksi pangan di Indonesia masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Sehingga wilayah-wilayah di luar pulau Jawa tidak memiliki suplai pangan yang memadai. Terutama untuk beberapa komoditas pangan seperti beras, bawang merah, cabai, ayam, dan telur.
“Kerap kita menemukan 1 lokasi sentra produksi terjadi oversupply sampai dijual bahkan dibagikan kepada masyarakat, disaat yg bersamaan di daerah lain harganya tinggi karena kelangkaan stok,” katanya.
Eliza mengatakan, basis data real time soal rantai pasok pangan di dalam negeri masih belum tersedia dengan baik. Hal ini membuat disparitas harga pangan di indonesia ini menjadi cukup tinggi karena pendistribusiannya yang kurang terencana. Termasuk juga pengaruh mahalnya ongkos logistik. “Dengan kondisi tata kelola pangan kita saat ini masih karut-marut. Potensi terjadi kenaikan harga ini bisa terjadi,” ucapnya.
Permasalahan terkait mahalnya harga pangan ini, kata Eliza, justru direspon pemerintah dengan melakukan impor pangan untuk menstabilkan harga dan menambah stok pangan. Sedangkan langkah lainnya yang dilakukan adalah dengan membangun lumbung pangan atau food estate.
Eliza menyebut, seharusnya pemerintah bisa lebih menjadikan pangan lokal sebagai solusi bagi permasalahan ini, termasuk untuk makan bergizi gratis. Variasi menu dengan menyisipkan pangan yang sesuai dengan lokalitas bisa menjadi antisipasi terjadinya inflasi harga pangan akibat meningkatnya permintaan.
Pilihan editor: OJK: Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah Capai Rp 902,39 Triliun