TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, menilai ketimpangan kepemilikan lahan pertanian yang terjadi saat ini sudah sangat serius. Petani di Indonesia, kata Henry, mayoritasnya adalah petani gurem dengan lahan yang sangat sedikit. Persoalan ini disebut memiliki urgensi yang lebih tinggi daripada persoalan utang petani.
“Mayoritas petani kita cuma petani gurem, ada 16,8 juta jiwa. Jadi petani kita justru sebenarnya kekurangan tanah. Dan yang kedua kalau kita lihat adalah ketimpangan penguasaan pemilikan tanah itu begitu tinggi, 0,7 persen,” ujar Henry ketika dihubungi pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Selain itu, harga sewa lahan garapan untuk bertani juga sangat tinggi. Harga sewa tanah disebut menempati urutan tertinggi dalam komponen usaha tani. Menurut Henry, saat ini harga sewa tanah paling rendah ada di kisaran 10 sampai 20 juta per hektarnya.
“Persoalan petani yang memang yang paling serius sekarang adalah persoalan tanah,” kata Henry.
Henry beranggapan, pemutihan utang petani bahkan kemudahan untuk kembali mengambil kredit sebagai modal tidak akan berdampak apa-apa bila kepemilikan tanah oleh petani masih saja timpang. Oleh karena itu, distribusi tanah bagi petani dianggap sebagai hal yang wajib dilakukan.
Distribusi lahan pertanian ini, kata Henry, menjadi solusi utama bila ingin membangun pertanian dan pangan. Termasuk juga menjadi upaya untuk menghapus kemiskinan di desa, mengingat karakteristik masyarakat desa yang lebih agraris. Peningkatan produksi pertanian mustahil dilakukan bila mayoritas petani hanyalah petani gurem.
“Bagaimana berproduksi di tengah tanahnya yang minim dan timpang. Apa gunanya modal kalau tanahnya nggak ada?” kata Henry.
Sebelumnya Prabowo Subianto menargetkan Indonesia mencapai swasembada pangan dalam jangka waktu 4 sampai 5 tahun ke depan. Target ini rencananya akan dicapai dengan cara membangun food estate atau lumbung padi seluas 435 ribu hektare dan jagung 250 ribu hektare. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025, diketahui pemerintah menyisihkan Rp 124,4 triliun untuk hal tersebut.
Pilihan Editor: Prabowo Janji Hilangkan Kemiskinan, Ekonom: Jangan Mengandalkan Bansos