TEMPO.CO, Jakarta - Wacana pemerintah mewajibkan asuransi kendaraan untuk mobil dan sepeda motor mulai tahun depan banyak menarik perhatian masyarakat. Pasalnya, pengeluaran masyarakat akan bertambah karena premi yang harus dibayar tidak sedikit.
Presiden Jokowi sendiri mengatakan, sampai saat ini belum ada pembahasan tentang wajib asuransi ini. "Belum ada rapat mengenai itu," ucap Jokowi singkat usai menghadiri acara Grand Launching Golden Visa di Jakarta, Kamis, 25 Juli 2024.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, masalah asuransi wajib ada dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mengatur bahwa pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai dengan kebutuhan, di antaranya mencakup asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability/TPL) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.
Menurut OJK, pelaksanaan undang-undang tersebut menunggu peraturan pemerintah.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan penerapan asuransi wajib pertanggungjawaban pihak ketiga (third party liability/TPL) bagi kendaraan bersifat nirlaba sehingga tidak membebani masyarakat.
“Kami dari asosiasi sangat concern bagaimana untuk bisa menerapkan iuran atau premi atau tarif asuransi ini supaya tidak membebani masyarakat,” ujar Budi Herawan di Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.
Ia mengatakan bahwa pihaknya berupaya untuk merumuskan usulan premi yang setidaknya dapat menutupi biaya kerugian yang harus diganti dengan layak bila terjadi klaim.
“Tentunya kami mendorong supaya pihak yang dirugikan itu bisa mendapatkan ganti rugi yang cukup dan layak,” katanya.
Meskipun begitu, dalam menentukan besaran premi asuransi tersebut, AAUI dan para anggota asosiasi akan mengupayakan tercapainya titik keseimbangan antara industri dan kemampuan finansial masyarakat.
“Ya paling tidak kita harus bisa menjaga break even point (BEP/titik impas) agar biaya operasional dan semuanya harus bisa tertutup,” ucap Budi.
Ia menuturkan bahwa skema pengelolaan maupun pembayaran asuransi TPL tersebut kini belum ditetapkan karena masih menunggu perumusan berbagai aturan terkait, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
“Masalah operator ini memang belum diputuskan, tapi memang sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), bahwa semua asuransi umum yang terdaftar di OJK itu harus dilibatkan,” katanya.
Namun, ia belum dapat mengungkapkan apakah nanti lembaga pengelola asuransi tersebut berbentuk konsorsium atau lainnya karena masih dalam tahap pembahasan.
Berikutnya: Pembayaran Disatukan dengan STNK