TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak menanggapi beleid hak guna usaha atau HGU 190 tahun dan hak guna bangunan (HGB) 160 tahun bagi investor di Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara. Aturan ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau UU IKN yang gres disahkan DPR pada Selasa, 3 Oktober 2023.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Peraturan ini mencakup berbagai insentif dan kemudahan dalam perizinan usaha bagi para investor di IKN.
Jokowi menandatangani Perpres tersebut pada Kamis, 11 Juli 2024. Salinan peraturan ini tersedia di situs JDIH Kementerian Sekretaris Negara mulai Jumat, 12 Juli 2024. Perpres ini bertujuan untuk melaksanakan mandat dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN.
Menurut Pasal 9, investor diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dengan masa berlaku hingga 95 tahun, yang dapat diperpanjang hingga dua siklus. Ini berarti investor memiliki hak untuk mengelola tanah milik negara di IKN hingga 190 tahun
Berikut serba-serbi konsesi HGU dan HGB bagi investor IKN:
1. Peraturan perundang-undangan
Regulasi itu terdapat pada Pasal 16A. Investor diberi jaminan dua siklus perpanjangan Hak Atas Tanah. Jangka waktunya 190 tahun. Masing-masing paling lama 95 tahun untuk siklus pertama dan kedua. Sedangkan Konsesi Hak Atas Tanah dalam bentuk Hak Pakai diberikan 80 tahun. Konsesi ini dapat diperpanjang 80 tahun lagi. Sehingga seluruhnya 160 tahun.
UU IKN gres ini sebenarnya memperkuat Peraturan Pemerintah No. 12/2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di IKN, yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 6 Maret 2023 lalu. Adapun UU IKN sebelumnya, yang disahkan pada 2022, banyak mendapat penolakan. Pemerintah mengajukan revisi pada Agustus 2023.
2. PKS jadi satu-satunya fraksi yang menolak UU IKN
Partai Keadilan Sejahtera atau PKS menjadi satu-satunya fraksi partai yang menolak pengesahan UU IKN dalam Rapat Paripurna ke-7 DPR RI. Alasan penolakan itu disampaikan PKS sebelumnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 2 Oktober 2023. Politikus PKS Mardani Ali Sera mempersilakan Tempo mengutipnya.
PKS menilai regulasi HGU dan HGB ratusan tahun bertentangan dengan prinsip hak menguasai negara terhadap Bumi, Air, dan Ruang Angkasa serta prinsip kedaulatan rakyat di bidang ekonomi seperti yang diatur Pasal 33 UUD 1945. PKS juga melihat pemberian konsesi ini tanpa disertai mekanisme kontrol berupa pemberian sanksi dan pencabutan hak dan evaluasi yang jelas kepada pemegang HGU dan Hak Pakai.
“Hal ini jelas semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal, memanjakan investor, dan abai terhadap kepentingan rakyat,” tulis PKS.
3. DPR sebut UU IKN untuk kepentingan anak bangsa
Pimpinan Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, mengatakan revisi UU IKN untuk kepentingan anak bangsa. Tuduhan memberikan karpet merah kepada investor menurut Politikus PDIP itu tidak benar. Ketika ditanya anak bangsa siapa, Junimart mengatakan kita semua dan tidak ada yang dikorbankan.
“Tidak benar, ini untuk kepastian hukum anak bangsa,” kata Junimart kepada Tempo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin, 2 Oktober 2023.
Pengambilan keputusan untuk mengesahkan revisi itu dilakukan dalam Rapat Kerja antara Komisi II DPR RI dengan DPD RI, Kementerian Keuangan, Bappenas Kemendagri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional, dan Kepala Otorita IKN di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 19 September 2023
Ibu Kota Negara, kata Junimart, memerlukan anggaran yang sangat besar yang sejak awal disepakati tidak menggunakan APBN. Oleh karena itu, pembangunan ini memerlukan dukungan para investor. Namun para investor mengeluhkan kepastian hukum soal tanah.
Investor, kata dia, merasakan jaminan hukum atas tanah tidak jelas. Sehingga dibuatlah regulasinya dalam UU IKN itu. “Supaya Investor tidak dirugikan,” kata dia.
Selanjutnya: Kebijakan yang lebih buruk dibanding era penjajahan Belanda