TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini Senin, 3 Juni 2024 berpotensi menguat. "Mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.210 - Rp 16.300," kata dia dalam analisisnya.
Pada akhir perdagangan pekan lalu, nilai tukar rupiah ditutup menguat 12 poin ke level Rp 16.252 per US$. Ibrahim menjelaskan, kondisi global akibat tensi geopolitik di Timur Tengah dan Eropa yang terus memanas membuat perekonomian global bermasalah. Hal ini terbukti dengan turunnya produk domestik bruto (PDB) AS kuartal I 2024 yang rendah. Kondisi ini akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia di kuartal II 2024.
Dia mengatakan, guna membangkitkan konsumsi masyarakat, maka pemerintah harus kembali menggelontorkan stimulus berupa bantuan sosial (Bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). "Sehingga, dampak dari kenaikan harga-harga bisa diimbangi dengan bantuan tersebut, walaupun hanya 10 kg per keluarga."
Berkaitan dengan ini, Presiden Joko Widodo memberikan sinyal akan memperpanjang bantuan pangan atau bansos beras hingga tahap tiga pada tahun ini. Hal itu diungkapkannya saat memantau pembagian bantuan beras di Gudang Bulog Taba Pingin, Lubuklinggau, Sumatera Selatan pada 30 Mei 2024.
Awalnya, bantuan beras tahun ini direncanakan hanya dua tahap selama Januari-Juni 2024. Jika pemberian bantuan beras dilanjut hingga tahap tiga, maka periode pembagian beras gratis sebanyak kg per bulan itu akan berlangsung selama Juni-September 2024.
Sejalan dengan itu, Ibrahim menyebut Bank Indonesia (BI) harus lebih sigap lagi dalam mengintervensi pasar valas dan obligasi di perdagangan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Menurut dia bila intervensi di pasar kurang kuat, maka BI harus kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Juni 2024 untuk menstabilkan mata uang rupiah.
"BI masih ada ruang untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 bps di 6,75 persen. Apabila kondisi global terus memanas, harga minyak dunia melonjak tinggi dan rupiah terus melemah," tutur dia.
Dari sentimen eksternal, Departemen Perdagangan AS melaporkan perekonomian negaranya secara tahunan tumbuh sebesar 1, 3 persen dari bulan Januari hingga Maret. Angka ini turun dari perkiraan awal yakni sebesar 1,6 persen setelah revisi ke bawah pada belanja konsumen.
Penurunan peringkat pertumbuhan kuartal pertama terjadi menyusul lemahnya data penjualan ritel dan belanja peralatan. Faktor tersebut berkontribusi terhadap pengurangan perkiraan penurunan suku bunga The Fed. Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga The Fed tahun ini telah berkurang di tengah tanda-tanda inflasi yang stagnan.