Dikutip dari jurnal berjudul “Transformasi Pemerintahan Digital: Tantangan dalam Perkembangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) di Indonesia” (2024), Indonesia belum siap sepenuhnya menerapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) karena beberapa hambatan fundamental.
Pertama, kebijakan dan tata kelola yang lemah menjadi masalah utama. Kebijakan internal SPBE yang kurang jelas dan komprehensif, serta tata kelola yang tidak kuat, mengakibatkan skor e-government policy rendah (17 persen).
Kedua, infrastruktur teknologi yang tidak merata, terutama di pedesaan, membatasi akses layanan SPBE. Keterjangkauan konektivitas internet yang tidak memadai juga menjadi faktor penghambat.
Ketiga, birokrasi yang kompleks dan sistem pelayanan publik yang masih manual memperlambat proses adopsi SPBE.
Keempat, kurangnya koordinasi antar lembaga menyebabkan integrasi SPBE tidak berjalan maksimal, dengan banyak instansi bekerja secara silo tanpa integrasi data yang memadai.
Kelima, keterbatasan kapasitas sumber daya manusia (SDM), terutama tenaga ahli di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta kurangnya pelatihan bagi pegawai pemerintah, menghambat pengembangan dan penggunaan SPBE.
Keenam, hambatan budaya dan resistensi terhadap perubahan teknologi mengakibatkan pegawai sulit beradaptasi dengan sistem digital. Ketidakpahaman akan manfaat SPBE dan ketakutan terhadap risiko keamanan data juga menjadi faktor penghambat.
Terakhir, mekanisme monitoring dan evaluasi yang lemah mengurangi akuntabilitas dalam implementasi SPBE. Meskipun ada upaya dari pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk mengatasi tantangan ini dan beberapa kemajuan telah dicapai, seperti dalam peringkat infrastruktur komunikasi dalam Networked Readiness Index (NRI) 2023, diperlukan komitmen dan kerja sama yang kuat untuk memperkuat dan memperluas kemajuan tersebut agar Indonesia dapat menerapkan SPBE secara optimal.
Pilihan Editor: Gibran Bakal Pantau Perkembangan GovTech yang Diluncurkan Jokowi