TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan penyedia identitas digital PT Indonesia Digital Identity (VIDA) memperkirakan pertumbuhan tanda tangan digital atau digital signature mencapai 9 kali lipat pada 2030. Apa sebabnya?
"Jadi tahun ini pangsa pasarnya sudah di sekitar US$ 5 miliar secara global, di 2030 itu bisa sampai 9 kali lipat," kata SVP Head of Product VIDA, Ahmad Taufik, dalam Media Clinic Aftech di Jakarta Selatan pada Kamis, 30 November 2023.
Secara lebih rinci, proyeksi pasar tanda tangan digital secara global adalah US$ 5 miliar atau sekitar Rp 81,4 triliun. Sementara proyeksi pada 2030 adalah US$ 43,14 miliar atau sekitar Rp 668,88 triliun.
Taufik lantas mengemukakan faktor pendorong pertumbuhan tanda tangan digital. Pertama adalah karena kebutuhan keamanan atau security yang lebih optimal.
Kedua, kebutuhan operasional yang lebih efisien. Selain itu, kebutuhan proses tanda tangan yang seamless alias mulus juga menjadi faktor pendorong. Terakhir, lingkungan atau environment juga menjadi faktor pendorong.
"Ini faktor-faktor pendorong yang memang menyebabkan proyeksi digital signature cukup signifikan untuk tumbuh," ujar Taufik.
Dia menjelaskan, tanda tangan digital menjadi bentuk identitas digital yang paling digunakan pada 2022. Contoh yang paling sering adalah ketika pengguna suatu layanan meng-klik 'setuju'.
Hal tersebut ternyata sudah termasuk kategori digital signature. Meski begitu, tanda tangan digital kategori ini belum legally binding atau mengikat secara hukum.
Selain itu, ada juga tanda tangan digital dengan identity mass verification. Artinya, penyedia harus sampai memastikan apakah pengguna sudah sesuai dengan identitasnya. Namun, ini memiliki risiko di mana seseorang mengaku sebagai orang lain.
"Nah, berikutnya adalah memanfaatkan identity verification untuk onboarding secara online real-time," tutur Taufik.
Pilihan Editor: Kabar Tiktok Gandeng Tokopedia, Bahlil: Selama B to B, Kita Tak Boleh Intervensi