TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mencatat realisasi belanja negara hingga Oktober 2023 mengalami kontraksi sebesar 4,7 persen secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 2.240,8 triliun, atau setara 73,2 persen dari target APBN tahun ini. Apa sebabnya?
"Kalau kita lihat, mayoritas karena belanja non-K/L (kementerian/lembaga) yang untuk subsidi kompensasi, yang memang realisasinya lebih rendah dibandingkan tahun lalu," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita Edisi November pada Jumat, 24 November 2023.
Realisasi belanja non-K/L hingga Oktober 2023 tercatat Rp 803,6 triliun atau turun 12,4 persen yoy. Sementara realisasi belanja K/L tumbuh tipis 1,9 persen yoy menjadi Rp 768,7 triliun. Realisasi transfer ke daerah atau TKD juga turun sebesar 1,6 persen yoy menjadi Rp 668,5 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata juga menjelaskan alasan belanja pemerintah pusat turun dari tahun lalu. Senada dengan Sri Mulyani, Isa mengatakan penurunan terjadi terhadap belanja non-K/L.
"Ini terutama karena untuk pembayaran kompensasi energi kepada Pertamina, PLN itu lebih kecil daripada tahun lalu," ujar Isa dalam kesempatan yang sama.
Jadi, lanjut dia, ini lantaran harga komoditas minyak bumi dan gas atau migasnya menurun dibandingkan tahun lalu. Sehingga, likuiditas maupun DSCR (debt service coverage ratio/rasio kemampuan membayar utang perusahaan) Pertamina dan PLN tertekan.
"Karena itu kita juga menakar, mengukur pembayaran kompensasi ini," ucap Isa.
Oleh sebab itu, dia menuturkan, belanja npn-K/L lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Dengan demikian, belanja pemerintah pusat secara keseluruhan juga lebih rendah.
"Kalau kita lihat, belanja kementerian/lembaganya tetap tumbuh," ujar dia.
AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Sri Mulyani: APBN hingga Agustus 2023 Surplus Rp 147,2 Triliun