TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan Indonesia Nickel Price Index atau Indeks Harga Nikel Indonesia perlu dibentuk. Sebab, Indonesia termasuk salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Namun selama ini, Indonesia masih mengacu harga pada London Metal Exchange (LME) ataupun Shanghai Metal Markets (SMM)
Dia berujar, ada keuntungan jika Indonesia memiliki indeks harga sendiri. "Sebagai produsen nikel yang cukup besar, Indonesia bisa lebih transparan dalam penentuan harga," kata Bhima ketika dihubungi Tempo, Rabu, 18 Oktober 2023.
Pasalnya, Bhima berujar, selama ini ada isu bahwa banyak tambang nikel yang menjual nikel ke smelter dengan harga terlalu murah. Maka, dengan memiliki Indonesia Nickel Price Index, harga-harga nikel lebih transparan sehingga bisa mencegah under invoicing.
"Under invoicing itu, kira-kira ya deal berapa dengan perusahaan smelter. Tapi ketika tercatat di Bea Cukai, angkanya berbeda. Terutama untuk yang ekspor," ujar Bhima.
Lebih lannjut, selain membentuk indeks harga, Bhima mengatakan pemerintah Indonesia perlu menyadari bahwa eksploitasi nikel terus-menerus bisa membuat pasar internasional kelebihan supply nikel.
"Ini tidak bagus untuk harga nikel kita ke depan," kata Bhima. "Jadi, Indonesia juga perlu menggandeng negara-negara penghasil nikel di dunia untuk bersatu-padu memikirkan pasokan dan cadangan nikel."
Sebelumnya: Adapun sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI)....