Adapun harga gula konsumsi di tingkat konsumen juga disesuaikan dari Rp 13.500 per kg menjadi Rp 14.500 per kg, dan Rp 15.500 per kg khusus wilayah 3TP (Terluar, Terdepan, Tertinggal, dan Perbatasan).
Yang juga turut menjadi perhatiannya, kata Arief, adalah konsistensi para pelaku usaha pergulaan untuk secara bersama-sama membangun industri pergulaan nasional yang sehat.
Pada awal tahun 2023 saat kondisi harga gula rendah, pemerintah mendorong para pelaku usaha untuk menyerap hasil produksi petani dengan harga yang baik. Namun ketika selesai giling, justru harga gula malah terkerek naik. Arief berharap para pelaku usaha bisa konsisten membangun kerja sama yang berkelanjutan bersama pemerintah dan stakeholders lainnya.
“Jadi mungkin ke depannya kami harus siapkan pendanaan yang kuat untuk membeli pada saat panen tebu sampai dengan musim giling berakhir, sehingga produk petani itu dibeli dengan harga yang bagus,” tegasnya.
Oleh sebab itu, kata Arief, Bapanas berkomitmen semakin memperkuat peran BUMN sebagai offtaker bagi petani khususnya pada saat musim giling untuk memenuhi Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Selanjutnya saat berakhir musim giling, stok akan dilepas untuk menjamin stabilitas pasokan dan harga. Di sisi lain peningkatan produksi tebu menjadi faktor kunci menjaga ketersediaan gula nasional.
“Kemarin ID FOOD juga sudah mendapatkan pinjaman dana murah Rp 1,5 triliun subsidi bunga dari Kementerian Keuangan untuk penguatan cadangan pangan pemerintah. Ini akan mulai dari gula, daging sapi, hingga minyak goreng. Jadi harga itu kita harapkan tidak akan naik turun, karena kita punya cadangan pangan,” tuturnya.
ANTARA
Pilihan Editor: Harga Gula Dunia Naik Lebih dari 30 Persen, Gapgindo: Tertinggi Sejak 2011