Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, memang bakal dikembangkan menjadi kawasan industri, perdagangan, hingga pariwisata terintegrasi bernama Rempang Eco City. Pengembang proyek ini adalah PT Makmur Elok Graha (MEG) yang pada tahap pertama menggandeng Xinyi Group. Investor asal Cina itu bakal membangun fasilitas hilirisasi pasir kuarsa. Nilai investasinya sebesar Rp 175 triliun.
Xinyi Group bakal menggunakan lahan seluas 2.000 hektare. Oleh karena itu, saat ini pemerintah melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam sedang berupaya mengosongkan lahan. BP Batam bakal relokasi warga ke Tanjung Banun.
Akan tetapi, mayoritas masyarakat Pulau Rempang menolak relokasi. Meskipun, Selasa kemarin, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengklaim sudah ada 291 keluarga yang mendaftar untuk relokasi. Bahkan, pada Senin, 25 September 2023, sudah ada 3 keluarga yang dipindah ke hunian sementara. Diduga warga yang bersedia dipindah itu adalah pendatang. Sedangkan total warga yang tinggal di sana mencapai 2.700 keluarga.
Kepada Tempo, salah satu warga Kampung Pasir Panjang yang enggan disebutkan identitasnya, mengatakan baru ada 30-an kepala keluarga (KK) dari sekitar 130 KK di kampungnya yang bersedia direlokasi. Beberapa di antaranya merupakan warga pendatang. Sementara yang lain, kata dia, masih berkukuh menolak.
Soal kajian lingkungan, seperti pernyataan Walhi, ia mengatakan tidak ada konsultasi publik Amdal sebelum Rempang Eco City ditetapkan menjadi PSN. Konsultasi publik Amdal baru akan dilaksanakan besok Sabtu, 30 September 2023. Ia mengetahui hal itu setelah mendapat selebaran undangan dari BP Batam.
"Itu baru pertama (konsultasi publik Amdal-nya)," ujar dia kepada Tempo, Jumat, 29 September 2023. "Selama ini, sosialisasi juga minim."
Pilihan Editor: Syahrul Yasin Limpo Terjerat Kasus Korupsi, Ini Profil dan Perjalanan Karirnya