TEMPO.CO, Jakarta - Pembangunan proyek Rempang Eco City mendapat penolakan dari masyarakat adat di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Ribuan warga yang berasal dari 16 kampung tua di Rempang menolak direlokasi karena akan ada pembangunan proyek tersebut.
Penolakan itu berujung bentrok warga dengan aparat keamanan gabungan pada Kamis pekan lalu, 7 September 2023 sekitar pukul 10.00 WIB.
Sedangkan pada hari ini, seribuan masyarakat adat Melayu Kepulauan Riau melakukan unjuk rasa di depan kantor Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau BP Batam, Kota Batam.
Massa sudah berkumpul sejak pagi hari membacakan sejumlah tuntutan, mulai dari penolakan pengusuran Pulau Rempang Galang, mendesak Polri dan TNI membubarkan posko yg didirikan di Rempang Galang, serta menghentikan intimidasi kepada orang Melayu, dan menuntut Presiden Jokowi membatalkan penggusuran kampung tua Pulau Galang.
Tidak hanya itu, massa juga meminta Presiden mencopot Muhammad Rudi, dari jabatannya sebagai Kepala BP Batam. "Serta kami meminta bebaskan warga Rempang Galang yang ditahan," kata orator aksi yang berasal dari Laskar Pembela Marwah Melayu.
Tindakan aparat gabungan pada Kamis siang pekan lalu memancing kritik publik karena dianggap represif. Ramai penolakan akan proyek itu juga turut menyeret nama Tomy Winata. Sebenarnya apa itu proyek Rempang Eco-City? Simak profilnya berikut ini.
Profil Proyek Rempang Eco City
Rempang Eco City adalah proyek pengembangan pembangunan Pulau Rempang, Kota Batam. Proyek ini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2023 seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Pengembangan proyek Rempang Eco City merupakan hasil kerja sama antara pemerintah pusat melalui Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dan Pemerintah Kota Batam dengan PT Makmur Elok Graha (MEG) yang merupakan anak usaha Artha Graha, kelompok usaha yang dibangun Tomy Winata.
Kawasan Rempang Eco City dibangun dengan luas kurang lebih 165 km persegi. Dalam pengembangannya, PT MEG bakal menyiapkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi. Proyek itu diharapkan bisa mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia.
Hingga saat ini, total investasi pengembangan Eco City Area Batam Rempang mencapai Rp 43 triliun. PT MEG juga telah menggandeng Xinyi International Investment Limited, calon investor yang bakal membangun pusat pengolahan pasir kuarsa dan pasir silika di Rempang. Pemerintah mengklaim komitmen investasi Xinyi bakal mencapai Rp 381 triliun hingga 2080.
Dengan nilai investasi tersebut, pengembangan Pulau Rempang diharapkan dapat memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (spillover effect) bagi Kota Batam serta kabupaten atau kota lain di Provinsi Kepri. Pemerintah Republk Indonesia juga menargetkan, pengembangan Kawasan Rempang Eco-City dapat menyerap lebih kurang 306.000 tenaga kerja hingga tahun 2080 mendatang.
Fasilitas Kawasan Rempang Eco City
Kawasan Rempang Eco City di Batam akan mencakup sejumlah fasilitas dan atraksi yang dirancang untuk menarik wisatawan dari Singapura dan negara-negara tetangga. Salah satu fitur utama proyek ini adalah penekanan pada keberlanjutan lingkungan.
Kawasan ini nantinya akan dikelilingi oleh hutan mangrove yang terjaga dengan baik. Dengan begitu, Rempang Eco City digadang-gadang bakal jadi salah satu destinasi ekowisata terbaik. Selain itu, akan ada taman yang luas, jalur sepeda, dan jalur pejalan kaki yang ramah lingkungan.
Infrastruktur modern juga akan dibangun dalam proyek Rempang Eco City. Kawasan tersebut akan ditempati hotel-hotel mewah, restoran berkualitas tinggi, pusat perbelanjaan, dan hiburan. Ada juga rencana untuk membangun pusat konferensi dan pameran yang akan mendukung pertumbuhan industri MICE (Meeting, Incentives, Conferences, and Exhibitions).
Tujuan Utama Proyek Rempang Eco City
Salah satu tujuan utama proyek ini adalah menarik wisatawan dari Singapura. Pasalnya, letaknya yang strategis di Batam serta dapat dicapai dengan perahu cepat dalam waktu singkat dari Singapura, Rempang Eco City diharapkan akan menjadi destinasi favorit bagi wisatawan Singapura yang mencari pengalaman liburan yang berbeda dari kehidupan sehari-hari mereka.
Proyek ini juga akan menghadirkan berbagai acara budaya dan seni untuk memperkaya pengalaman wisatawan. Ini akan mencakup pertunjukan musik, festival seni, dan pameran budaya yang akan memamerkan kekayaan budaya Indonesia.
Pengembangan Kawasan Eco City di Pulau Rempang diharapkan akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi ekonomi dan komunitas lokal. Proyek ini diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai sektor, termasuk pariwisata, konstruksi, perhotelan, dan perdagangan.
Selain itu, pengembangan proyek ini diharapkan akan memperkuat hubungan antara Indonesia dan Singapura, terutama dalam hal pertukaran budaya dan ekonomi. Ini merupakan langkah positif menuju pembangunan yang berkelanjutan dan memberikan peluang bagi masyarakat setempat.
Sempat Tertunda 18 Tahun
Rencana pembangunan proyek Rempang Eco City sebenarnya dimulai pada 26 Agustus 2004. Saat itu, pemerintah melalui Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dan Pemerintah Kota Batam menyerahkan hak eksklusif atas pengembangan serta pengelolaan Pulau Rempang, Pulau Setokok, dan sebagian Pulau Galang kepada PT Makmur Elok Graha (MEG). Perjanjian tersebut diteken oleh Tomy Winata yang mewakili PT MEG.
Setelah Sempat tertunda selama 18 tahun, kini Pulau Rempang, Batam akhirnya diresmikan sebagai kawasan industri. Pengembangan ini dilakukan oleh PT MEG, sebuah anak perusahaan dari Artha Graha yang dimiliki oleh Tomy Winata. Pengelola pengembangan Pulau Rempang telah memperoleh Surat Keputusan (SK) untuk Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA), serta SK Pelepasan Hutan Produksi yang dapat diubah (HPK).
Mendapat Penolakan Warga Setempat
Sejak mendapat status PSN pada akhir Agustus lalu, proyek ini pun dikebut. BP Batam memulai proses pemasangan patok dan pengukuran lahan di Pulau Rempang pada Kamis, 7 September 2023. Rencana itu kemudian memancing perlawanan dari warga Pulau Rempang yang menolak digusur dan direlokasi.
Bentrokan pecah antara masyarakat dan aparat keamanan yang terdiri atas polisi, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja. Di siang itu, polisi membubarkan warga Rempang yang memblokade jalan dengan menembakan gas air mata. Tapi tak hanya membubarkan warga, gas air mata juga memapar para siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri yang berada tak jauh dari lokasi kejadian.
RIZKI DEWI AYU | YOGI EKA SAHPUTRA | ANGELINA TIARA PUSPITALOVA | IMAM HAMDI | AGOENG WIJAYA
Pilihan Editor: Jejak Tomy Winata di Proyek Rempang