TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM Bahlil Lahadalia menanggapi perihal umur cadangan nikel nasional yang disebut kurang dari 15 tahun.
"Gini, belum ada satu kajian teknis yang menyatakan bahwa (umur cadangan nikel di Indonesia) 15 tahun," kata Bahlil usai acara diskusi Membangun Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik di Jakarta pada Selasa, 29 Agustus 2023.
Menurut Bahlil, hal tersebut baru persepsi. Selain itu, perkiraan tersebut mengacu pada hasil eksplorasi nikel dengan kapasitas smelter yang sudah ada. Dia pun meyakini masih banyak wilayah yang belum dieksplorasi.
"Jadi, saya nggak yakin hanya 15 tahun, di Papua masih banyak," ujar Bahlil. "Jadi saya pikir bahwa yang dikhawatirkan 15 tahun itu nggak benar."
Sebelumnya, Staf Khusus Percepatan Bidang Tata Kelola Minerba Kementerian ESDM Irwandy Arif mengatakan ada beragam perhitungan soal cadangan nikel Indonesia dari berbagai pihak. Perhitungan tersebut ada yang mengatakan cadangan nikel nasional hanya cukup untuk 7 tahun, 10 tahun, bahkan 15 tahun, tergantung laju konsumsinya.
Adapun Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menyampaikan umur cadangan bijih nikel di Indonesia hanya mencapai 13 tahun.
Angka itu berdasarkan mengambil asumsi cadangan setiap tahun kapasitas smelter berteknologi pirometalurgi yang mengolah bijih nikel kadar tinggi (saprolite) hingga 100 juta ton per tahun.
Dengan teknologi hidrometalurgi, tutur dia, umur cadangan bijih nikel diperkirakan sekitar 60 tahun dengan asumsi jumlah cadangan 3,6 miliar ton dan tingkat produksi bijih nikel kadar rendah sebanyak 60 juta ton per tahun.
"Jika pemain nikel semakin agresif untuk melakukan produksi, efek yang pasti terjadi adalah cadangan nikel akan habis dalam waktu yang lebih cepat dan efek ke lingkungan yang merusak," kata Rizal dalam keterangannya pada Selasa, 14 Februari 2023.
AMELIA RAHIMA SARI | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Seruan Jokowi: Urusan Politik Jangan Sampai Ganggu Stabilitas Ekonomi