“Angka ini kurang lebih setara 95 juta penduduk, sekitar 4 kali lipat dari angka kemiskinan resmi dari BPS,” kata Yusuf.
Dengan kata lain, pemerintah sebenarnya meyakini bahwa kenyataannya, jumlah penduduk yang harus dilindungi dengan bantuan sosial dan dientaskan dari kemiskinan adalah 35 persen. Jauh lebih tinggi dari angka kemiskinan resmi yang di kisaran 10 persen.
Kemiskinan riil yang kita hadapi tercermin pada jumlah penerima bantuan sosial yaitu sekitar 35 persen keluarga terbawah, sekitar 95 juta orang. “Inilah yang merupakan kelompok miskin yang sesungguhnya,” ujar dia.
Seharusnya angka kemiskinan mikro inilah yang harus lebih dipublikasikan oleh pemerintah secara luas dan menjadi basis strategi pembangunan yang lebih inklusif. Karena menjadi tidak relevan bagi pemerintah jika berkeras dan berbangga dengan target angka kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024.
“Realitas kita hari ini adalah bagaimana melindungi 35 persen penduduk miskin di lapis terbawah,” tutur dia.
Menurut Yusuf, jika pemerintah berkeras dengan target kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024, meski tidak kredibel karena menggunakan ukuran kemiskinan yang terlalu rendah, target ini tetap tidak akan mudah diraih. Meski angka kemiskinan ekstrem pada 2022 diklaim pemerintah sudah berada di kisaran 2 persen. “Namun menurut saya untuk menuju 0 persen pada 2024 tetap tidak akan mudah."
Pilihan Editor: Target Kemiskinan Ekstrem 0 Persen pada 2024, Ekonom Singgung Kritik dari Bank Dunia
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini