Dalam jangka panjang, menurut Parid, dampak buruk krisis iklim akan memaksa lebih dari 23 juta orang masyarakat pesisir harus mengungsi dari kampung halamannya pada tahun 2050. "Inilah yang dinamakan dengan pengungsi iklim atau climate refugee," tuturnya.
Karena itu, Walhi meminta pemerintah daerah, baik level provinsi maupun kabupaten untuk melakukan protes kepada pemerintah pusat. Pasalnya, kebijakan ini dinilai secara terencana akan mempercepat penenggelaman pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir.
Walhi juga mendesak para akademisi atau ilmuwan, khususnya yang mendalami soal-soal kelautan, perikanan, dan kehidupan masyarakat pesisir untuk melakukan
protes atas diterbitkannya PP ini. Lalu mengajak masyarakat pesisir di seluruh Indonesia, khususnya nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil serta perempuan nelayan untuk melakukan protes kepada pemerintah.
Seperti diberitakan sebelumnya, KKP akan membentuk tim kajian untuk mendukung perizinan eksploitasi dan ekspor pasir laut. Trenggono mengajak Walhi hingga Greenpeace untuk terlibat dalam tim ini. Nantinya, tim kajian ini beranggotakan beberapa unsur antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), akademisi dan aktivis lingkungan.
"Izin ini ada syaratnya, nanti dibentuk dulu tim kajian yang terdiri dari ESDM, KLHK, KKP, bahkan LSM. Greenpeace, Walhi akan saya minta semua itu memberi pendapat dalam peraturan yang sedang dipersiapkan. Belum jadi sama sekali," kata dia di kantornya, Rabu, 31 Mei 203.
Ihwal potensi kerusakan ekosistem laut akibat kebijakan ini, Trenggono pun menilai hal itu tidak akan terjadi karena yang boleh diekspor hanya pasir laut hasil sedimentasi. Nantinya, tim kajian tersebut yang akan menganalisis dan memverifikasi proposal pengajuan izin yang diserahkan oleh pelaku usaha.
Adapun dalam PP Nomor 26 Tahun 2023, disebutkan pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor wajib memiliki izin pemanfaatan pasir laut. Penjualan pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan dari menteri yang menyelenggarakan penerbitan urusan di bidang mineral dan batubara.
Permohonan izin tersebut wajib disertai proposal dan rencana kerja umum yang memuat tujuan dan pemanfaatan pasir laut, mitra kerja, serta lokasi yang menunjukkan letak perairan berupa nama perairan dan titik koordinat geografis.
Proposal ini juga wajib mencantumkan kondisi fisik, kimia, dan biologi perairan. Lalu volume pasir laut, waktu, metode, dan sarana pembersihan hasil sedimentasi di laut. Kemudian pelaku usaha wajib melampirkan pernyataan kesanggupan penyelesaian persetujuan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengacu pada Pasal 11, pelaku usaha juga wajib menjamin dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat di sekitar lokasi pembersihan, keseimbangan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil, dan akses masyarakat sekitar lokasi pembersihan.
Pilihan Editor: Ragam Penjelasan KKP soal Ramainya Isu Izin Ekspor Pasir Laut, Tujuan Utamanya Bukan Itu
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.