Selain itu, ia menilai penjualan pasir laut akan mengganggu kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang menggantungkan hidup mereka pada laut di wilayah tambang tersebut. Kemudian untuk jangka panjang, kebijakan tersebut juga berpotensi mempercepat dampak bencana iklim.
Bahkan, menurutnya, eksploitasi pasir laut akan menyebabkan kelangkaan pangan. Sebab, laut merupakan salah satu sumber pangan utama masyarakat Indonesia.
Alfadillah mengatakan kebijakan Jokowi dalam membuka kembali ekspor pasir laut adalah bukti pemerintah Indonesia tidak konsisten. Dia berujar regulator berulang kali mengatakan bahwa keberlanjutan ekosistem laut menjadi landasan utama kebijakan, tetapi faktanya bertolak belakang.
Menurutnya, kebijakan ini juga menggambarkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya. Alhasil, tuturnya, pemerintah mengambil jalan pintas melalui cara-cara ekstraktif seperti tambang.
Di sisi lain, ia menilai pemerintah seringkali membuat keputusan tanpa kajian atau pertimbangan yang matang. Dalam membuat keputusan pun, menurutnya, pemerintah kerap mengabaikan hak-hak ekosistem dan masyarakat akan terdampak. "Dan sepertinya pemerintah tidak belajar dari kesalahan," ucap Alfadillah.
Sementara Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menuturkan pemerintah seharusnya mengikutsertakan partisipasi publik sesuai kelompok masyarakat yang berkaitan dengan aktivitas penambangan pasir laut. Misalnya, nelayan dan penduduk pulau kecil sekitar zona yang akan diambil pasirnya. Ia menegaskan diskusi dengan kelompok masyarakat ini harus jelas terlebih dahulu.
"PP Nomor 26 tahun 2023 ini kami tidak tahu apakah prosesnya sudah melalui partisipasi publik yang benar," kata dia saat dihubungi Tempo pada Ahad, 28 Mei 2023.
Indonesia pernah melarang ekspor pasir laut
Indonesia sebelumnya pernah melarang ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Dalam SK itu disebutkan, alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir. Sebab saat itu, sejumlah pulau kecil di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau tenggelam akibat penambangan pasir.
Alasan lainnya, yaitu belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Pilihan Editor: Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut, Greenpeace: Tidak Belajar dari Kesalahan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.