Tahun lalu, ia mencatat nilai ekspor batu bara mencapai Rp 850 triliun. Tetapi, pemerintah tidak mendapatkan keuntungan dari besarnya nilai ekspor tersebut. Sebab, pemerintah tak mengambil pajak ekspor, sehingga tidak ada windfall profit yang diterima.
Kondisi ini membuat celah korupsi terbuka semakin lebar. Pengusaha, kata dia, tinggal menyetor uang misal Rp 100 triliun kepada partai politik untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Jadi begitu dikasih Rp 100 triliun untuk Pilpres 2024 selesai, dia lah yang menentukan calon presidennya," tutur Faisal. Dengan demikian, siapapun pemimpin Indonesia akan tunduk pada pihak oligarki.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan salah satu tuntutan reforma adalah penguatan otonomi daerah. Karena dulu sebelumnya kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa sangat besar. Setelah 25 tahun reformasi, menurutnya, Jawa pun masih mendominasi. Bahkan ia menilai lebih buruk dibandingkan sebelum reformasi.
Namun, ia menilai ketimpangannya bukan lagi berdasarkan etnisitas tetapi direpresentasikan oleh jumlah kaya dan miskin yang luar biasa. Dia menyebut 1 persen orang kaya itu saat ini menguasai 40 persen kekayaan nasional. Atau 10 persen orang kaya menguasai 75 persen kekayaan nasional.
Berdasarkan catatannya, di tengah pandemi Covid-19 pun jumlah orang kaya di Indonesia naik dari 116 juta menjadi 172 juta. Kemudian jika dilihat dari penguasaan aset deposit di bank, ia berujar deposit dengan rekening di bawah Rp 100 juta mencapai 99 persen. Sementara itu, yang jumlahnya di atas Rp 5 miliar 0,03 persen tetapi nilainya naik dari 40 persen menjadi lebih dari 50 persen sekarang.
"Jadi ketimpangannya sekarang ini dahsyat sekali," tutur Faisal.
Selanjutnya: harapan hidup Indonesia terendah kedua di Asean