TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menolak rencana impor KRL bekas dari Jepang, pemerintah menyiapkan opsi lainnya untuk menggantikan 16 rangkaian KRL Jabodetabek yang harus dipensiunkan dalam dua tahun kedepan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah akan tetap mengacu pada hasil audit BPKP. Namun, pihaknya akan melakukan rapat kembali bersama kementerian dan lembaga terkait untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya.
"Kami baru lihat audit itu saja, kalau ada pertimbangan lain dari audit BPKP akan kami lihat lagi nanti. Kami akan rapat lagi," tutur Luhut saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat pada Senin, 10 April 2023.
Sementara itu, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal mengatakan impor maupun retrofit sama-sama ditujukan untuk meningkatkan pelayanan penumpang KRL Jabodetabek. Karena itu, ia menilai pihaknya akan mendukung apapun opsi yang dipilih, sepanjang tidak melanggar aturan.
"Apapun bentuknya kami akan dukung, mau impor, retrofit ataupun beli baru kita akan dukung. Karena inovasi apapun kita akan dukung sepanjang tidak melanggar aturan main," ujarnya saat ditemui di kantor Kemenhub, Jakarta Pusat pada Senin, 10 April 2023.
Ia menjelaskan jika ternyata anggaran impor kereta lebih besar dan persyaratannya tak bisa dipenuhi, Kemenhub pun akan menolak langkah impor KRL ini. Artinya, kata dia, Kemenhub mendukung hasil audit yang dilakukan oleh BPKP.
Ihwal pilihan retrofit, ia menjelaskan masalah KRL ini disebabkan kereta api yang akan dipensiunkan itu sudah tidak ada onderdilnya. Sehingga, pemerintah harus mengganti kereta tersebut dan PT INKA harus siap untuk memproduksi dan memperbaiki sistem yang ada. Namun menurut Risal, selama kereta api yang ada masih bisa beroperasi dan masih dapat dirawat operasionalnya, maka akan tetap dicoba untuk digunakan.
Masalahnya, kata dia, memang di jam sibuk okupansi KRL Jabodetabek sudah melebihi kapasitas. Dengan demikian, DJKA perlu mengoptimalkan aset dan layanan yang ada. Ia menuturkan bisa saja pihaknya membuat delapan rangkaian tetapi dengan frekuensi yang banyak. Opsi lainnya, disediakan 12 rangkaian KRL tetapi frekuensinya berkurang.
"Pokoknya dinamis deh. Kami dinamis banget lah, yang penting jangan sampai layanan masyarakat berhenti," kata dia.
Pilihan Editor: Soal Impor KRL Bekas, Pemerintah Diajak Naik KRL untuk Memahami Keresahan Penumpang
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.