Dia menjelaskan, BPJS Kesehatan harus melakukan pengawasan terhadap jumlah penyelenggaraan layanan atau batasan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan. Jika memang ada 20 pasien sehari yang mampu dilayani oleh BPJS Kesehatan dengan menggunakan kartu BPJS sejatinya memang 20 itu yang menjadi prioritas.
“Tidak ada lagi kemudian kalimat-kalimat penolakan karena tidak bisa terlayani maka digunakan kuota dari mandiri ataupun asuransi,” tutur Bellinda.
Selain itu, kata Bellinda, Ombudsman menilai bahwa faktor-faktor potensi maladministrasi itu berangkat dari adanya pengabaian kewajiban hukum dan penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh badan pengawas rumah sakit (BPRS). Menurut dia, BPRS semestinya melakukan audit audit secara internal secara masif untuk memastikan penyelenggaraan pelayanan publik berjalan dengan maksimal.
Masalah lainnya, dia berujar, tidak semua provonsi memiliki BPRS. Sehingga fungsi pengawasan, pemeriksaan, dan evaluasi harus dimaksimalkan oleh dinas kesehatan yang ada di kabupaten dan kota tersebut. “Termasuk juga dari suku dinas yang ada di kabupaten dan kota,” tutur Bellinda.
Pilihan Editor: Modus "Kuota Layanan" BPJS Tuai Sorotan Ombudsman, Bagaimana Modusnya?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini