TEMPO.CO, Jakarta -India berpeluang menyalip Cina untuk menjadi mitra dagang utama Indonesia.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran mengatakan Cina dan India menjadi tujuan ekspor utama Indonesia untuk komoditas bahan bakar mineral seperti batu bara, minyak nabati seperti CPO dan turunannya, serta produk besi dan baja.
"Berdasarkan pengalaman, komoditas-komoditas tersebut, apabila ekspor ke Cina melambat, maka pangsa pasar bisa dialihkan ke India, begitu pun sebaliknya," tutur Hasran dalam keterangan tertulis, Sabtu, 10 Desember 2022.
"Terdapat perbedaan tren ekspor non migas Indonesia ke kedua negara. Ekspor non-migas Indonesia ke Cina selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sedangkan ekspor ke India mengalami penurunan tiap tahunnya kecuali tahun 2021," tambahnya.
Ia menilai ada beberapa hal yang berpotensi membuat ekspor Indonesia ke India meningkat yaitu:
Pertama, laju pertumbuhan penduduk India yang cepat kemungkinan besar akan meningkatkan industrialisasi sebagai sektor penyerap tenaga kerja selain jasa.
"Apabila industrialisasi tumbuh secara masif di India, maka akan terjadi peningkatan pada permintaan batu bara sebagai sumber energi. Di sisi lain, Cina akan beralih ke energi terbarukan sehingga ekspor batu bara akan berkurang ke Cina," ujarnya.
Kedua, seiring dengan pertumbuhan pada sektor industri, keterlibatan dalam global value chain (GVC) juga akan semakin besar.
"Ini akan menambah peluang Indonesia meningkatkan ekspor ke India untuk bahan baku industri, seperti besi, baja, biji aluminium dan juga nikel," jelasnya.
Hasran mengatakan perekonomian India saat ini ditopang kuat oleh sektor jasa, terutama teknologi digital. "Tumbuhnya perekonomian mengharuskan keterlibatan yang lebih tinggi dalam GVC, terutama pada sektor manufaktur berteknologi tinggi," kata Hasran.
Namun, ada beberapa komoditas ekspor Indonesia yang hanya unggul di India, seperti alkohol, fenol, fenol-alkohol, dan halogenasi daripadanya, seperti karet alam serta pupuk. Sedangkan produk ekspor Indonesia yang hanya unggul di Cina termasuk di dalamnya briket, lignit dan gambut dan biji aluminium; semen; gas alam dan produk kertas.
Walaupun begitu, Cina masih akan menjadi mitra dagang utama Indonesia, walaupun mereka sedang mengalami pemerlambatan ekonomi.
Perlambatan ekonomi Cina hanya akan berlangsung dalam jangka pendek. Setelah Pemerintah Cina melonggarkan kebijakan Covid-19, maka perekonomiannya akan kembali pulih.
Penyebab selanjutnya adalah perdagangan Indonesia dan Cina akan semakin intens dengan adanya Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Blok perdagangan ini memungkinkan negara anggotanya, termasuk Indonesia dan China, untuk melakukan perdagangan barang, jasa, dan investasi dengan tarif yang rendah dan prosedur perdagangan yang sederhana.
“Diversifikasi merupakan langkah yang baik untuk meminimalkan dampak kondisi ekonomi negara lain terhadap Indonesia,” ujarnya.
NABILA NURSHAFIRA
Baca Juga: India Beli Minyak Rusia, Ukraina: Tidak Pantas Secara Moral
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.