TEMPO.CO, Jakarta - Komite Nasional Pengendalian Tembakau memberikan usulan kepada pemerintah menambah tarif cukai guna menekan konsumsi rokok.
Hasbullah menyatakan peningkatan cukai hasil tembakau untuk mengoptimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sehingga dapat memberdayakan petani tembakau.
Ia menambahkan, cukai rokok di Indonesia, selalu mengalami kenaikan dari tahun 2009 dan hanya pada 2014 dan 2019 yang tidak terjadi kenaikan. Meskipun begitu tren konsumsi rokok tetap tinggi.
Ia mengaggap keputusan pemerintah untuk menaikkan rata-rata cukai rokok sebesar 10 persen dan 15 persen untuk cukai rokok elektronik menjadi awal yang baik dalam membuat kebijakan jangka panjang.
“Kenaikan cukai rokok konvensional yang ditetapkan dua tahun langsung, dapat ditingkatkan sebagai kebijakan yang lebih berkelanjutan, setidaknya 5 tahun ke depan,” ujar Hasbullah dalam konferensi pers yang digelar oleh TCSC IAKMI, Senin, 7 November 2022.
Baca: Inilah 4 Alasan Cukai Rokok Naik 10 Persen Menurut Sri Mulyani
Penguatan kebijakan jangka panjang perlu didukung dengan penetapan tarif cukai yang diperhitungkan sesuai dengan perkiraan inflasi tiap tahun, tingkat kesejahteraan masyarakat hingga tujuan akhir penurunan prevalensi merokok, sehingga harus berada jauh di atas angka inflasi demi menekan keterjangkauan masyarakat.
Hasbullah menekankan bahwa anak-anak dan remaja tentu menjadi target dari harga rokok yang murah.
Temuan Center for Indonesia’s Strategic Development Inititatives (CISDI) 2021, menunjukkan kenaikan cukai akan berdampak pada penurunan konsumsi sekaligus menyeimbangkan penerimaan negara. Dalam simulasinya, kenaikan cukai hingga 46 persen, penurunan konsumsi serta penerimaan negara masih layak secara ekonomi.
Selanjutnya: Cukai Rokok Bisa Naik hingga 25 Persen